Perbedaan Kapal Cepat & Lambat Menuju Sabang - Aceh

Saya tiba di Bandara Sultan Hassanudin Aceh sekitar jam 4 sore, dari bandara sebenarnya bisa langsung ke Pelabuhan Ulhelee (Banda Aceh) dan nyebrang langsumg ke Sabang kalo Kamu tiba di Aceh pagi atau siang, berhubung Saya tivanya sore jadi nggak bisa langsung nyebrang ke Sabang karena jadwal penyebrangan yang terbatas. Akhirnya Saya memutuskan buat menginap satu malam di Banda Aceh.

Keesokan harinya menuju pelabuhan Ulhelhee (Banda Aceh) Saya di antar Kawan dari Couchsurfing, Bang Firdaus namanya, senang sekali rasanya sudah di perbolehkan menginap satu malam dan di antar ke Pelabuhan pagi-pagi. Nggak tau diri banget ya Saya hohoho, sudah menginap gratis, dapet tumpangan pulak. Hatur Nuhun Pisan lah!

Kapal Lambat
Keesokan harinya, ketika Saya tiba di Pelabuhan Saya langsung mencari loket kapal lambat, ya dari awal merencanakan perjalanan ini Saya memang berniat akan menggunakan kapal lambat karena harganya lebih murah dari kapal cepat. Saya coba tanya ke penjaga loket yang sedang ramai dengan antrian, tapi ternyata itu Loket Kapal Cepat, sedangkan Loket kapal lambatnya belum di buka.

Hhmm.. Seertinya terlalu pagi nih Saya, akhirnya Saya tanya jam berapa kira-kira loket kapal lambatnya di buka? Jawabnya : sekitar jam 9an loket baru dibuka. Oalaaaaah.. Padahal dari informasi yang Saya dapat di gugel, kapal lambat mulai melakukan penyebrangan paling pagi jam 8, bahkan katanya ada setiap sejam sekali. Entah Saya yang keliru atau memang faktor cuaca. Yang pasti hari itu (Sabtu, 28 Juli 2018) Kapal lambat baru mulai berangkat sekitar jam 11 siang dari Pelabuhan Ulhelee, sedangkan buat loketnya sendiri di buka jam 9an pagi.

Kapal Lambat

1. Waktu Tempuh : 2 sampai 3 jam
2. Fasilitas : Kursi penumpang, Cafe, Pelampung
3. Kelebihan : Bisa menampung motor atau mobil. Nggak begitu terasa mual saat ombak
4. Kekurangan : Tidak mendapatkan nomor kursi sedangkan kursinya terbatas, jadi banyak yang nggak dapet tempat duduk. Waktu tempuh yang lebih lama. 
5. Biaya : Rp. 25.000 (+ asuransi) *Juli 201



Kapal Cepat

1. Waktu Tempuh : 1 jam
2. Fasilitas : Kursi penumpang, Cafe, Pelampung, Ruangan ber-AC. 
3. Kelebihan : Semua penumpang dapat nomor kursi, ruangan ber-AC. Waktu tempuh jauh lebih singkat.
4. Kekurangan : Tidak bisa mengangkut motor atau mobil karena ukuran kapal jauh lebih kecil dari kapal lambat. Lebih terasa mual saat ombak. 
5. Biaya : Rp. 80.000 (+ asuransi) *Juli 2018



Nah itu dia perbedaan Kapal Cepat dan Kapal Lambat buat menuju Sabang dari Banda Aceh atau sebaliknya. Buat kamu yang mau bayar murah dan santai nggak di buru-buru waktu silahkan naik Kapal Lambat. Sedangkan buat kamu yang menjunjung tinggi kenyamanan dan kecepatan, silahkan naik kapal cepat.

Saya pribadi berangkat naik kapal lambat, tapi karena Saya di buru-buru waktu akhirnya untuk pulangnya Saya menggunakan kapal cepat. Dan jujur aja kapal cepat jauh lebih nyaman dan sejuk karena menggunakan ruangan ber-AC. Tapi bila Saya berangkat bersama banyak kawan & nggak di buru-buru waktu, mungkin Saya akan memilih kapal lambat karena lebih bebas duduk di lantai atas kapal.

Sekian. Semoga informasinya bermanfaat.

Mohon maaf bila ada banyak kata atau kalimat yang nggak sesuai EYD atau typo.



Cara Mendapatkan Sertifikat Nol Kilometer Indonesia


Setiap tempat wisata umumnya menyediakan souvenir/merchendise yang sudah sering kita lihat seperti gantungan kunci, magnet, kaos, dan lainnya. Tapi berbeda ketika kita berkunjung ke Tugu Titik Nol Kilometer Indonesia di Sabang, Aceh. Kita bisa mendapatkan souvenir yang beda, yang bisa kita jadikan kenang-kenangan dan bukti nyata kalo kita udah pernah berkunjung ke sana, selain bukti foto tentunya. Yap, sertifikat! Lain dari yang lain, Tugu Titik Nol Kilometer Indonesia menyediakan souvenir sertifikat yang bisa kita bawa pulang ke rumah.

Saya sempat mencari dan membaca di google mengenai informasi cara buat dapetin sertifikat itu. Dari informasi yang Saya dapat caranya cukup mudah ; nanti ketika kita datang ke Tugu TNKI di Sabang, Kita tinggal mencari sebuah mobil dengan petugas khusus di sana, petugas akan mencetak sertifikat yang sudah tercantum nama kita dan kita cukup membayar 30.000 rupiah untuk biaya cetak & kertasnya. Setelah itu langsung bisa kita bawa pulang.

Nasib berkata lain. Ketika Saya sudah sampai Tugu TNKI, Saya nggak mendapati mobil yang di maksud. Saya coba tanya ke beberapa warung yang ada di sana dan jawabannya kompak ; "sudah di pindahkan!" Di pindahkan kemana? Katanya lagi "Pindah ke Toko Liberti Baru di Kota Sabang.
Eng ing eng... Sudah jauh-jauh ke Sabang tapi nggak bawa sertifikat nya? Rugi banget!

Malam harinya Saya whatsappan dengan Kak Winny, sempet ngobrolin soal sertifikat itu, ternyata Kak Winny juga ngincer sertifikatnya, sama kaya Saya. Lalu Kak Winny coba datengin Toko Liberti Baru yang di maksud, hasilnya nihil. Jawaban yang di dapat, katanya sudah tidak jual lagi dan di pindahkan ke Dinas Pariwisata.

Keesokan paginya, setelah janjian bertemu dengan Kak Winny di Tugu Sabang - Kota Sabang, kami langsung datengin Dinas Pariwisata Sabang, berharap di sana beneran ada dan bisa, tapi jelas saja Dinas Pariwisata nya tutup karena waktu itu hari minggu.

Saya langsung menghubungi Bang Dedi (Orang yang menyewakan Saya motor di Sabang) Buat nanyain gimana caranya buat dapetin sertifikat itu. Kebetulan Bang Dedi Nggak bisa di hubungi. Dengan kekecewaan yang mendalam, Saya, Kak Winny dan adiknya (Bang Rizki), Kami melanjutkan perjalanan keliling Sabang. Selama di perjalanan jujur aja Saya masih berharap bisa dapetin sertifikatnya. 

Jodoh nggak kemane ye.. Bener aja, Ketika Saya sedang menuju pantai Anoi Hitam, Saya dapet telpon dari Bang Dedi, Intinya dia bisa bantu dan minta nama lengkap Saya buat di ketik di sertifikatnya.

Alhamdulillah...

Padahal udah deket banget ke Pantai Anoi Hitam nih tapi Kami memutuskan putar balik dan langsung menuju Sabang Tourism Center buat ketemu petugasnya. 

Ketika di Sabang Tourism Center Saya menanyakan langsung perihal pembuatan sertifikat itu, kenapa nggak ada di Tugu TNKI nya atau di Liberti Baru atau di Dinas Pariwisata? Jawaban dari Kakak pembuat sertifikatnya adalah : Dulu memang pembuatan sertifikat Titik Nol Kilometer Indonesia ini di perbolehkan pembuatannya di Tugu nya langsung atau di Toko Liberti dengan harga maksimal 35.000 atau di Sabang Tourism nya langsung dengan harga normal 25.000. Tapi nih ternyata banyak kecurangan, banyak yang menjual sertifikat ke turis dengan harga di atas 35.000, itu di luar kesepakatan dengan Dinas Pariwisata. Nah mangkanya sekarang pembuatan sertifikatnya hanya di Sabang Tourism Center.

Oh....... Begitu! 
Penampakan sertifikatnya
Nah, buat kamu-kamu yang nanti akan ke Sabang dan mau dapetin sertifikatnya, jadi langsung datengin Sabang Tourism Center aja ya di dekat Sabang Fair - Kota Sabang. Kantornya buka senin sampai jumat. Kalo kamu datang nya di weekend kaya Saya, coba aja datang langsung ke kantornya, siapa tau ada yang jaga, atau coba minta bantuan ke orang yang kamu kenal di Sabang, kek Saya minta bantuan Bang Dedi, orang yang nyewain Saya motor.

Emang aneh sih ya, Sabang kan sering di datengin wisatawan, dan banyak wisatawan yang datangnya di weekend, Sayang aja gitu kalo pembuatan sertifikatnya nggak di buka saat weekend juga. Apalagi buat yang datang jauh-jauhdari ujung berung kek Saya ini. 

Hhhhmmm....

Sekian....
Hatur Nuhun!

SABANG - Ujung Barat Indonesia Yang SAntai BANGet!

Sabang - Pulau Weh



Buat yang belum tau, Pulau Weh adalah sebuah pulau kecil di ujung barat Indonesia, sedangkan Sabang adalah nama kotanya, sehingga kita sering salah mengartikan Sabang sebagai nama pulau, padahal nama pulaunya adalah Weh. Saya nggak pernah terbayang akan bisa menginjakkan kaki di Pulau Weh ini.

Salah satu cara buat sampai ke Sabang adalah dengan menggunakan kapal air dari Pelabuhan UleeLheu (Banda Aceh) ke pelabuhan Balohan (Sabang - Pulau Weh). Kita bisa menggunakan Kapal Lambat atau Kapal Cepat, tergantung selera, kenyamanan dan juga jumlah uang yang mau kita keluarkan. Nanti akan Saya tulis terpisah mengenai Kapal Lambat & Kapal Cepatnya ya.

Di kesempatan kali ini Saya travelling sendirian, alias solo traveller. Berbagai informasi Saya cari, termasuk tentang transportasi selama di sana. Sabang bukanlah pelosok pedalaman yang sulit transportasi, untuk transportasi umum sendiri, disana ada ojek dan Becak Motor, tapi kalo kamu mau berlama-lama di Sabang dan mau lebih bebas kesana kemari, sepertinya pilihan itu kurang tepat. Salah satu cara paling aman adalah sewa kendaraan, baik itu motor atau mobil supaya lebih bebas, harga juga jadi lebih murah. Tenang, Kita nggak usah takut nyasar karena ada petunjuk jalan yang jelas dan jalan di Sabang semua terhubung, kalaupun nyasar akan ketemu jalan sebelumnya.

Saya memutuskan menyewa sepeda motor yang akan menemani Saya dua hari di Sabang. Berkat bantuan Bang Aulia, Saya dikenalkan dengan Bang Dedi yang menyewakan Saya motor. Saya bersyukur di pertemukan dengan Bang Dedi ini, orangnya baik banget dan banyak bantu Saya selama di Sabang, khususnya mengenai Sertifikat Nol Kilometer Indonesia.

Pelabuhan Balohan - Sabang

Sabtu, 28 Juli 2018

Hari pertama di Sabang Saya menginap di Iboih Bungalow Sabang di pantai Iboih yang lokasinya cukup dekat dengan tugu titik nol kilometer Indonesia. Saran dari Bang Dedi, karena Pantai Iboih jauh dari kota, beliau mengingatkan Saya untuk membeli segala keperluan pribadi di Kota Sabang saja karena kalau di Iboih akan susah.

Dari Pelabuhan Balohan Saya meluncur ke Kota menggunakan motor sekitar 10 menit, mencari keperluan yang mau Saya beli, yaa walaupun sebenarnya Saya sudah prepare semua tapi nggak ada salahnya kan Saya ke kota, siapa tahu ada yang Saya lupa. Nah alih-alih mencari keperluan pribadi Saya malah banyak berhenti di jalan, Saya terjebak dengan pesona keindahan Sabang selama menuju Kota. Masjid Raya Sabang, Sabang Fair dan sekitarnya.

Masjid terbesar di Sabang
Kota Sabang sendiri berada di dekat laut, di sisi jalan kiri dan kanan penuh dengan pertokoan, jalanan cukup sempit sehinggnya hanya untuk dua mobil, di sisi jalannya juga banyak pepohonan, bonus angin sepoy-sepoy dari pantai yang bikin kota sabang jadi tambah adem banget. Bangunan tokonya banyak yang masih menggunakan bangunan jaman dulu. berada di sana seperti berada di kota tua.

Siang itu sekitar pukul setengah 3 siang cuaca di Sabang terasa adem, Saya bersama motor sewaan menuju tempat penginapan yang udah Saya booking via traveloka di Pantai Iboih. Jalanan di sabang saling terhubung, di bantu dengan petunjuk arah yang jelas akhirnya Saya sampai ke penginapan tanpa nyasar. kurang lebih 45 menit dari kota sabang ke pantai iboih.

Selama perjalanan, Kita akan disuguhkan pemandangan laut, hutan, rumah warga dan begitu terus. nggak bosen deh! Asyik banget. apalagi jalanannya sepi, jadi bisa sambil salto-salto he he. Tapi nih, kita harus hati-hati selama berkendaraan di Sabang, khususnya yang naik motor, karena kita akan sering menjumpai binatang liar turun ke jalan raya, burung dan monyet misalnya. Beberapa kali Saya ketemu monyet-monyet yang berkeliaran di pinggir jalan, dan ketika Saya lewat dengan sedikit ngebut monyetnya malah ngejar. ngeri banget.

Jalanan di Sabang, sepiiiiiiii!!! 
Meskipun sudah melewati kawanan monyet-monyet yang sempat ngejar, Saya malah jadi was-was setiap kali melewati hutan, takut banyak monyet, dan ngerinya lagi kalo si monyetnya itu dari atas pohon loncat ke motor Saya dan ngacak-ngacak rambut dan perasaan saya #eehh. ha ha parno pisan euy...

Setibanya Saya di penginapan, Saya menyempatkan rebahan dulu sebentar dan meluruskan badan yang kurang ketemu kasur ini. Beruntung banget dapet penginapan ini karena ketika keluar kamar langsung di suguhkan pemandangan pantai yang indah dan pulau rubiah. di sebelah kiri penginapan ada banyak penginapan lain, toko souvenir dan dermaga buat nyebrang ke Pulau Rubiah.

Sedikit cerita tentang penginapan Saya, jadi penginapan Saya ini ada tiga lantai, di lantai bawah untuk kapasitas besar, di lantai dua bisa untuk bertiga dan di lantai tiga untuk kapasitas satu atau dua orang. total di penginapan ini cuma ada 6 kamar. Buat kamar single nya cukup luas kok dan nyaman, apalagi bangunan penginapannya terbuat dari kayu dan bilik bambu, makin berasa nyamannya.

Salah satu tempat yang ingin Saya kunjungi dan jadi salah satu alasan Saya ke Aceh adalah mengunjungi Tugu Titik Nol Kilometer Indonesia (TNKI) - Sabang. Saya sangat sangat excited, dari penginapan Saya langsung nge-gas motor buat datang ke titik nol, senangnya lagi dari penginapan ke tugu cuma 10 sampai 15 menitan. Tapi lagi lagi harus melewati banyak hutan dan bertemu dengan monyet-monyet liar menakutkan. Alhamdulillahnya nggak terjadi tragedi apapun.

Letak TNKI ini bener-bener berada di ujung pulau weh, pembangunan tugu yang barunya sendiri bisa di bilang sudah selesai di renovasi, jadi makin bagus dan megah. Nggak usah khawatir kelaparan ketika berkunjung ke TNKI, karena di sana ada banyak warung yang jual makanan, rujak khas sabang dan berbagai souvenir. Saya sempat nyicipin rujaknya dan langsung jatuh hati, uenaaaaaaak banget. harganya sepuluh ribuan. Yang bikin enak itu karena kacangnya di gerus kasar dan di campur dengan buah rumbia khas Sabang. Oh iya, nggak ada biaya masuk buat berkunjung ke TNKI loh, bahkan parkir motor pun Saya nggak di mintain biaya parkir.

Tugu Titik Nol di Ujung Barat Indonesia. 
Sore itu area wisata TNKI cukup ramai dengan pengunjung lokal dan bule-bule. Saya cukup kesulitan buat ngambil foto sendirian di tulisan "Titik 0 Kilometer Indonesia" saking ramenya, ditambah ada rombongan bapak-bapak dan ibu-ibu yang nggak mau ngalah. Untunglah ada abang-abang dari Medan yang mau bantu Saya buat ngambil foto. Terimakasih 3 Abang Abang dari Medan, akhirnya Saya kenalan dengan mereka, katanya buat mencapai sini mereka harus memotoran sekitar 10-11 jam lamanya dari Medan. WOW!

Berkunjung ke TNKI telah Saya penuhi untuk diri Saya sendiri, bangga dan haru, tapi lebih banyak bersyukurnya. tiap hembusan angin laut dari samudra hindia benar-benar Saya nikmati, tiap hembusan nafas berkali-kali lipat jadi sebuah kenikmatan yang luar biasa dari Allah.

Walaupun sebenarnya belum puas menghabiskan waktu di TNKI, tapi Saya mau balik ke penginapan dan menghabiskan waktu menyaksikan matahari terbenam dari sana, pesisir pantai Iboih. Di Aceh (termasuk Sabang) waktu memang lebih lambat dari Jawa, perbedaan waktunya satu jam lebih. Sore itu sekitar jam 6 sore tapi belum gelap, Saya masih sempat menyaksikan matahari terbenam dari depan kamar, walaupun keindahan Sunset yang Saya bayangkan nggak terbukti karena cuaca sedikit mendung.

Menatap Senja di Ujung Barat Indonesia
Saya sempat tukeran nomor whatsapp sama abang-abang dari medan ketika di TNKI, alasannya karena mereka belum dapat penginapan jadi Saya menawarkan diri buat ngebantu menyarikan penginapan di pantai Iboih, Alhamdulillah dapat satu kamar besar, AC, kamar mandi di dalam, dengan harga 250.000. Dan kebetulan lokasi penginapannya persis di samping penginapan Saya. Mumpung penginapannya sebelahan, so Saya bilang ke mereka kalo nanti malam mau ngopi-ngopi ajak Saya ya, he he lumayan kan ada kawan buat ngobrol-ngobrol.

Malam harinya sekitar pukul setengah 8 malam Saya bertemu mereka di depan penginapan lalu bertanya caffe yang paling menarik di kunjungi di Pantai Iboih kepada salah satu penjaga bungalow, katanya ada dan nggak jauh, bisa jalan kaki kok. Ok meluncur! Kami semua jalan kaki ke salah satu caffe, namanya Tipsy Toby Caffe. dari penginapan jalan kaki sekitar 5 menit. Kenapa caffe itu menarik? Katanya itu salah satu caffe yang menampilkan live music dan kopi nya enak, biasanya bule-bule kumpul di sana. Setibanya di caffee tersebut ternyata caffenya penuh pengunjung, dan benar saja penhunjungnya bule-bule semua, cuma Saya dan kawan baru Saya yang orang lokal, sisanya bule. Terpaksa dong ya Kami mencari caffe lain untuk makan. Sudah lapar. Dan terimakasih Abang-abang medan yang sudah mentraktir Saya. he he

Bersama abang-abang medan
Selesai makan malam Kami sempat jalan-jalan malam menyusuri pantai Iboih, tapi nggak ada hiburan yang bisa di lihat. hanya penginapan dan caffe. Malam hari di Sabang memang sepi, jadi cocok banget buat di pake istirahat buat hari besok.

Minggu, 29 Juli 2018

Sekitar jam setengah 4 pagi Saya kebangun gegara denger suara angin kencang dan hujan yang deras, Saat itu yang di ingat ya baju yang lagi di jemur di samping kamar, khawatir baju dan celana nya basah Saya bergegas keluar kamar dan ngamanin semuanya, termasuk handuk. Maklum, 5 hari di Aceh cuma bawa stock baju sedikit, jadi mau nggak mau beberapa baju Saya cuci, jemur dan setelah kering Saya pake lagi.

Pagi di Pantai Iboih - Sabang
Setelah itu Saya nggak bisa tidur lagi sampai subuh, sampai matahari terbit. rencanannya sih Saya dan abang-abang medan mau snorkling di pulau rubiah pagi harinya tapi batal dong karena cuaca nggak mendukung, Saya sempat nunggu cuaca cerah tapi sampai jam setengah 8 pagi masih ada sisa sisa hujan. Karena itu akhirnya Saya memutuskan buat langsung aja ke Kota Sabang dan ketemu sama Ka Winny dan adiknya. Kawan baru yang di kenalin sama Bang Yudi di Instagram.

Bang Yudi ini blogger terkece lah di Aceh, Saya pun kenal beliau karena Saya baca bloggnya dan Saya sempat ngobrol juga via message di instagram dengan beliau. singkat cerita Winny ini temannya Bang Yudi, sesama blogger. Karena Bang Yudi tau kalo Saya dan Ka winny lagi sama-sama di Sabang, akhirnya kami di kenalin deh , dan Saya dengan Ka Winny janjian di Tugu Sabang. Btw, Ka Winny nggak sendirian, beliau berdua dengan Bang Rizki, adik kandungnya.

Tugu Sabang. Tugu ini sama dengan yg ada di Merauke
Hari kedua di Sabang emang rencananya mau jelajahi Sabang bareng Ka Winny dan Bang Rizky. Di sisa sisa waktu yang ada, tempat pertama yang dikunjungi adalah Tugu Sabang, tugu yang dari segi bangunannya sama persis dengan yang ada di Merauke - Papua sana. Tugu ini berada di tengah-tengah Kota Sabang, mudah di temukan. Tapi sayang banget saat itu lagi ada festival jazz sabang, itu membuat Saya nggak bisa motret utuh Tugu Sabang karena di sampingnya persis ada panggung. Saya dan Ka Winny langsung ngomongin mau kemana lagi enaknya, tapi sebelum lanjut, kami memutuskan untuk nyari sertifikat nol kilometrer indonesia.

Menurut informasi yang di dapat dan saya baca, buat mendapatkan sertifikat itu kita bisa dapetin di dekat tugu titik nol kilometer, ada petugas yang berjaga di sana, tapi ketika kemarin Saya ke sana katanya udah pindah ke toko Liberty Baru di kota sabang. Ka winny sempat cek ke toko itu tapi katanya udah nggak bisa. hhhmmm... Cukup ribet & penuh perjuangan buat dapetinnya. cerita lengkapnya nanti akan Saya ceritain di tulisan yang berbeda ya.

Pantai Sumur Tiga
Dari jantung nya Sabang, Kami melajukan sepeda motor Kami ke Pantai Sumur Tiga. Saya suka dengan pantai ini, gradasi warna airnya indah banget, dan banyak pohon kelapa yang mempercantik pantai. Apalagi di sana sepi, cuma kami bertiga pengunjungnya, terus gratis pulak. Nggak bersama-lama di Pantai Sumur Tiga kami lanjut ke Benteng jepang buat foto-foto, terus berlanjut ke Benteng jepang lagi, terus ke benteng jepang lagi di dekat Pantai Anoi Hitam, ha ha... Sabang di penuhi benteng jepang euy dengan pemandangan laut yang indah banget.

Salah satu benteng Jepang
Satu persatu tempat wisata di Sabang kami kunjungi, walaupun nggak semuanya, soalnya waktu kami habis buat nyari sertifikat TNKI sampai-sampai nggak berasa waktu udah siang. Kami harus segera balik ke Pelabuhan Balohan buat mastiin kapal yang akan nyebrang ke Banda Aceh, soalnya ombak lagi tinggi banget, kami khawatir kapal nggak bisa nyebrang. Tapi Alhamdulillahnya kapal masih boleh nyebrang.  Sambil nunggu jadwal kapal yang akan nyebrang, Kami nyempetin makan siang mie aceh dan ngopi lagi di salah satu warung kopi dekat pelabuhan.

Salah satu Benteng Jepang
Kami memutuskan naik kapal cepat sekitar pukul 2 siang. Ada rasa sedih ketika harus meninggalkan Sabang. Jujur aja belum puas banget buat explore dan ngabisin waktu di Sabang. Tapi kalo di tunda nyebrang hari ini, khawatir besok nggak bisa nyebrang karena cuaca buruk.

Terimakasih Sabang!

Keindahanmu luar biasa, nyaman, juga tenang.


UNESCO Global Geopark Ciletuh - Bukit Tanpa Nama!


Geopark Ciletuh - Sukabumi emang punya keindahan yang menakjubkan. Bukan hanya di kelilingi dengan alluvial bebatuan yang unik, tapi juga landscape yang menawan, gunung, air terjun yang bikin sejuk, Pesawahan, perkebunan, juga ada pantai-pantai yang bagus juga ombaknya yang cocok banget buat surfing. Pantas saja UNESCO menetapkan Geopark Nasional ini sebagai UNESCO Global Geopark, karena emang diliat dari sisi mana aja Geopark Ciletuh tetep keren banget sih.

Dari Karawang jam setengah 3 pagi, tiba di Geopark Ciletuh sekitar setengah 12 siang. Selama itu memang perjalanan menuju Geopark karena lokasinya jauh dari Sukabumi Kota, tepatnya di Pelabuhan Ratu.

Baru memasuki kawasan Geopark Saya dan teman-teman langsung disambut dengan keindahan pesawahan dan perbukitan, semakin jauh roda mobil kami berputar memasuki kawasan, Geopark semakin menampakan keindahannya.

Disambut dengan pemandangan kek gini... 
Jalan di kawasan Geopark berliku dan naik turun, mirip seperti jalanan di Gunung Kidul, jalannya pun sudah bagus. Buat menuju sini belum ada angkutan umum, jadi kayanya emang harus menggunakan mobil atau motor pribadi. Soal fasilitas jalannya, tenang aja, udah bagus kok. 

Kawasan Unesco Global Geopark Ciletuh ini emang menyajikan banyak pilihan wisata alam yang menakjubkan, kita bisa mengunjungi beberapa atau semuanya kalo mau dan kalo waktu memungkinkan. Tapi terkadang nih kita emang kudu jalan lebih jauh dari orang biasanya, nyobain yang nggak mainstreem gitu. Sampai akhirnya kita nemuin sesuatu yang mungkin nggak orang lain lirik, dan kita nikmatin keindahan yang orang lain nggak rasain. Bahasa kerennya mah nyari yang Anti Mainstreem! Lumayan kan buat tambahan stock foto di Instagram. He he

Salah satu hasil "Panjang Kaki" mencari yang BEDA adalah bukit dengan view langsung ke laut, pemamdangan yang di sajikan beda banget sama spot-spot yang memang sudah resmi dan di buka untuk umum. Soal bukit tersebut, Saya nggak tau bukit ini sudah diberi nama atau belum, tapi Saya yakin deh sangat sedikit orang yang melirik bukit ini.

Karena bukitnya jauh dari jalan raya dan belum ada parkiran, terpaksa Kami memarkirkan mobil kami di pinggir jalan, lalu Kang Jae, driver yang sangat bisa handalkan tetap di mobil, beliau nggak ikut tracking ke atas bukit karena menjaga mobil sekaligus istirahat, lumayan memejamkan mata sebelum kami lanjut ke Ujung Genteng. Sedangkan Saya, Roz, Kokom, Rendi, Mira dan Jalil memulai trekking.

Bagus kan jalannya 😊👍
Tanpa persiapan, Kami tetap melakukan trekking ke bukit dengan ala kadarnya, misalnya Rendi yang pakai sandal jepit, Ceu Kokom pake sepatu slop yang lebih cocok di pake ke Mall, dan beberapa pakai celana pendek, hasilnya kaki kami banyak yg luka-luka kena duri dan ranting.

Perlu sekitar 20 menitan untuk sampai puncaknya. Nggak ada jalur yang pasti, kami melewati perkebunan warga dan rumput-rumput ilalang, kami benar-benar harus nyari sendiri jalur buat mencapai puncaknya. Untung lah jalurnya terbuka, jadi nggak begitu sulit, cuma tetap harus hati-hati dengan kemiringan dan juga harus tetap waspada dengan sekitar, takut ada binatang ular dan lainnya kan.

Sepanjang jalur menuju puncak bukit, Saya dan teman-teman nggak berhenti motret sana-sini, aseli sih pemandangannya apik banget, di tambah angin yang kencang bikin adem nyesss nyesss, panas nya matahari jadi nggak berasa dong. Sejuk!

Setelah tiba di puncak, kekaguman Kami bertambah, panorama dari atas sana emejing BosQueee, kami nyebutnya Pulau Padar KW nya ala Jawa Barat. Karena dari atas sini Kita bisa melihat lekungan-lekungan pantai berpasir putih, air laut yang biru dengan bukit-bukit di sekitarnya. Apik!

Foto di Pulau Padar KW ala Jawa Barat
Betah berlama-lama di sana, andai saja nggak lanjut ke Ujung Genteng, pasti kami bakalan ngabisin sore hari di sana sambil menikmati matahari terbenam. hiks hiks...
Sekembalinya dari bukit, kami langsung masuk mobil dan melanjutkan perjalanan ke Ujung Genteng.

Selama perjalanan menuju gerbang keluar Geopark Ciletuh, Saya mengumpat dalam hati sambil memandangi matahari yang mulai tenggelam. Next time kesini lagi lah! InshaaAllah...

Ohya, kalo nanya kenapa cuma satu tempat ini aja yang Saya tulis selama perjalanan ke Geopark, jawabannya karena bukit ini yang paling berkesan hasil "panjang kaki" dan nekat bareng kawan-kawan. Santai, wisata lainnya bagus banget kok.

Btw, cocok nya bukit ini kita kasih nama apa ya?


3 Hari Explore Pacitan - Last Day

Sunrise Pantai Srau - Pacitan
Walaupun sejujurnya tidur beralaskan flysheet dan beratap bintang bintang nggak bikin Saya pules-pules amat, di tambah banyak nyamuk pula, tapi sepertinya itu sih faktor utamanya, nyamuk! Saya paling nggak betah dengan nyamuk. Sedangkan semilir angin pantai dan deburan suara ombak mampu membius dan bikin betah. sampai tibanya sekitar jam setengah 5 pagi Saya di bangunin sama salah satu kawan buat sholat subuh, Saya bergegas sholat, usai sholat melipir ke warung buat sarapan, sepagi itu, ha ha abis gimana dong udah laper banget. Kalo lagi liburan gini Saya sih paling anti laper, kecuali kalo lagi mendaki gunung, itu beda lagi, di sini sih masih banyak warung jadi bisa makan kapan aja.

Ada fenomena yang jarang banget Saya lihat, jam 5 pagi lewat biasanya matahari sudah mulai muncul kan, nah penampakan ini menyajikan sesuatu yang berbeda. Saat semburat jingga matahari sudah terlihat, lalu di waktu yang bersamaan, bulan masih tampak dengan sempurna, bulat dan terasa dekat. Saya dan teman-teman menyaksikan fenomena tersebut dengan takjub, aga norak sih tapi jujur itu keren banget.


Pantai Srau ini terkenal juga dengan keindahan sunrisenya, salah satu spot untuk bisa melihat sunrise dengan keindahan yang berbeda adalah dari atas bukit. Saya mencoba membuktikan itu. Setelah sarapan yang terlalu pagi itu, Saya berjalan keatas bukit di pinggir pantai dan menyaksikan matahari terbit yang sinarnya mengintip dari balik bukit-bukit lainnya. Selain itu, kita juga bisa melihat sunrise di pantai Srau dari sudut yang berbeda-beda, tinggal pilih saja.

Biaya masuk ke Pantai Srau 5.000 rupiah/orang (April 2018), masih tergolong murah kok. Fasilitasnya pun sudah cukup lengkap, warung-warung di sepanjang pantai banyak yang menyediakan makanan berat, tapi harus tanya dulu harganya. Saya hampir aja kena tembak harga, ceritanya mau makan nasi dan ikan terus ibu warungnya ngasi harga 15.000, buat Saya kemahalan, soalnya di Pantai Banyutibo aja 10.000 kan, akhirnya Saya tawar dong dan akhirnya di kasih harga 10.000 untuk 1 porsi nasi dan ikan. Intinya ada baiknya kamu tanya dulu supaya kalo harganya terlalu tinggi kamu bisa protes.


Sejujurnya Saya masih ingin berlama-lama di pantai Srau ini, bersantai diatas hammock dan menikmati lebih lama deburan ombak dan semilir angin pantainya, tapi apalah daya, nasib orang yang kerjanya di weekday ya begini. Saya bukan pekerja kantoran, Saya tenaga medis, tapi hari dan jam kerja Saya hampir sama dengan orang kantoran pada umumnya, senin sampai jum'at.

Kenapa Saya dan teman-teman pulang pagi hari bukan siang atau sore hari? karena perjalanan Pacitan ke Karawang jauh buuuuu, karena besok hari seninnya kerja paaaaaak, dan karena lagi Saya dan teman lainnya ada rencana bakal mampir ke Lawang Sewu dan Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang. Mangkanya harus berangkat pulang lebih awal. Perjalanan normal Karawang-Pacitan hampir 15 jam, itu pengalaman saat berangkat kemarin, sudah termasuk berhenti di sana-sini buat istirahat.


Oke, Saya siap berangkat pulang dengan hati riang gembira karena keindahan pacitan yang super emejing, jujur sih belum puas soalnya belum semua tempat wisata di Pacitan ini di kunjungi, tapi yaaaa next time lah, InshaaAlah.

Sekarang pulang.....

6. Masjid Agung Jawa Tengah - Semarang




Emang bukan destinasi utama sih, selain ke Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang, pengennya mah mampir juga ke Lawang Sewu biar sekalian, tapi apalah daya, sampai di Masjid Agung Jawa Tengah aja jam setengah 5 sore, jadi waktunya mepet banget. Dan di khawatirkan perjalanan pulang ke Karawang macet, secara ini abis long weekend.

Nggak banyak yang bisa di lakuin di Masjid Agung karena waktunya sudah sore, jadi sekedar numpang sholat ashar, foto-foto selfie dan makan.

Jujur sih Saya udah lama banget pengen berkunjung ke masjid ini, sudah berapa kali ke Semarang tapi belum sempet mampir, Alhamdulillah sekarang kesampean dan takjub banget sama keindahan masjidnya. Arsitekturnya megah dan mewah, perpaduan jawa dan timur tengah, jadi cantik banget. Ada menara juga yang bisa kita naikin dengan lift, biayanya 5.000 rupiah tapi Saya belum sempat, cuacanya juga lagi kurang bagus karena habis hujan. Jadi pemandangan di atas juga nggak cerah, cuma kabut.


Ah, pokoknya serba buru-buru deh, di tambah karena mayoritas teman-teman Saya kerja hari seninnya, jadi kami buru-buru buat pulang supaya sampai Karawang matahari belum terbit.

Mulai berangkat dari Semarang jam 6 sore, setelah melewati macet di mana-mana, dengan keadaan seperti zombie akhirnya tiba juga di Karawang jam setengah 5 pagi. Bergegas pulang ke rumah, sholat subuh, terus tidur sebentar, jam 7 pagi siap siap berangkat kerja. Huft!

Setiap travelling sering banget ngalamin hal kaya gini, pulang subuh dan paginya langsung kerja. Saya sih senang-senang aja, ini namanya memanfaatkan waktu liburan yang sedikit. Saya sadar kalo Saya nggak punya banyak waktu buat liburan jadi manfaatin yang ada. Emang kadang aga ngantuk sih tapi itu biasa lah, yang penting Happy dan Menikmati. yeah!

-

Kesan kesan Saya buat liburan Explore Pacitan ini pokoknya dabest banget. Ekspektasi nya diluar dugaan, ternyata Pacitan itu keren-keren, pantas saja kalo Pacitan menjuluki dirinya "Kota Pariwisata", cocok!

*Perjalanan Saya dimulai dari Karawang hari Kamis (29 maret 2018) jam 20.30 malam. Tiba di Karawang lagi hari Senin (02 April 2018) jam 04.30 pagi.

Total biaya yang di keluarkan totalnya Rp. 790.000 (transportasi, tiket masuk wisata, makan dll)

Segitu aja cerita dari Saya, semoga suka & berkenan. Hatur Nuhun.....


Salam, Syafroni Agustik

3 Hari Explore Pacitan - Day 02

Air terjun Banyutibo
Kalo kamu membayangkan pasir putih yang panjang membentang di pantai Banyutibo ini, kamu salah, pasir di pantai ini cuma sedikit, lebih banyak tebing-tebing tapi itu jadi khas tersendiri di tambah adanya air terjun yang eksotis.

Setelah tragedi tersapu ombak itu, jujur aja Saya jadi ngeri buat berlama-lama di bawah, walaupun sejujurnya seru banget, apalagi pasirnya bersih dan air terjunnya juga seger banget. Saya bergegas naik dan buru-buru bilas di kamar mandi dan ganti baju, abis itu langsung sarapan ikan dan nasi (lagi), mumpung di pantai jadi makannya ikan laut. Btw, fasilitas di sini sudah cukup lengkap ya, dari mulai warung sampai kamar mandi yang sederhana tapi cukup bersih.


Sekitar jam 9 pagi Saya dan teman-teman bergegas buat melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya, yaitu Pantai Taman.

Saat yang lain sudah berangkat, giliran Saya dan tiga orang kawan yang kebagian di angkut paling terakhir, Saya naik ke dalam mobil, mobil jalan sedikit eh langsung berenti buat di cek karena ada sesuatu yang mengganggu, setelah di teliti ternyata baud ban mobil depan sebelah kirinya copot, heuh, syudah buru-buru eh ada problem, yang kaya gini nih yang nggak pernah di duga di setiap perjalanan, adaaaaaaa aja!

4. Pantai Taman


Destinasi pertama di hari kedua  adalah Pantai Taman, ini jadi destinasi ke empat dalam perjalanan Saya Explore Pacitan. Buat menuju tempat ini perlu waktu yang cukup lama, sekitar 1 setengah jam sampai 2 jam lamanya dari Pantai Banyutibo. Jalannya juga berkelok banget sampe bikin Saya mual. Selama perjalanan kita akan di suguhkan pemandangan hijau dan beberapa kali akan melewati pantai-pantai. Sempet mikir sih kalo aja naik motor bisa bebas berenti dimana aja karena sepanjang jalan banyak pemandangan indahnya.

Pantai Taman ini pantai paling sepi dari beberapa pantai yang udah Saya kunjungi, jadi kaya pantai pribadi gitu saking sepinya. Hamparan pasirnya luar dan panjang, panorama yang di sajikan masih sama seperti pantai sebelumnya, hanya saja pantai ini lebih luas di pandang mata.

Secara kasat mata sih emang sepi tapi sebenarnya pantai ini menyimpan beberapa wahana yang bisa kita coba, dan tempat-tempat wahana tersebut cukup tersembunyi, kalo kita nggak explore pantai ini mungkin kita nggak tau tempat-tempat nya.

Flying Fox dari ketinggian 800 mdpl
Wahana Flying Fox  misalnya, dengan panjang 400 meter ini wajib kamu coba. menurut ifnormasi, ini Flying Fox terpanjang di Indonesia loh. Kerennya lagi, biaya wahana ini tergolong murah kok, harganya 30.000 dengan safety yang sudah cukup baik menurut Saya.

Nggak sekedar merasakan sensasi terbang dan meluncur, kita juga akan di suguhkan pemandangan warna biru dari laut dan hijau dari pepohonan yang rimbun, juara! Yang menjadi catatan adalah Flying fox ini mampu menopang berat badan maksimal 100 kg, jadi jika berat badanmu lebih dari itu atau mepet-mepet ke 100 kg, sepertinya harus dipikirkan dua kali jika mau mencobanya.

Patung Penyu di Pojok Pantai Taman
Nah, kalo kamu tipe orang yang takut atau phobia ketinggian, tenang, ada hal lain yang bisa kamu lakukan selain foto-foto di pantai atau foto di patung penyu super besar di atas batu, selain itu semua, kamu juga bisa mengunjungi konservasi penyu dengan biaya masuk murah meriah, cuma 2.000 rupiah.

Dengan berkunjung ke tempat seperti ini, setidaknya jadi mengingatkan dan menambah kesadaran kita terhadap lingkungan dan makhluk hidup lainnya, seperti penyu ini. Ada banyak sekali aktifitas yang dapat mengancam kepunahan dan membahayakan kehidupan penyu ini, seperti pencemaran pantai,cahaya lampu dari pantai dan dari kapal nelayan, kematian karena tertangkap secara tidak sengaja, terkena baling-baling kapal, mendirikan pembangunan di dekat pantai, atau yang paling ekstrim seperti menangkap Penyu buat dikonsumsi dagingnya dan cangkangnya di jadikan cindramata, huhuhu...sadis! Dan yang menyedihkan adalah dari 1.000 ekor tukik yang selamat sampai ke laut lepas, hanya satu ekor yang bertahan sampai dewasa yaitu umur 20 sampai 50 tahun.

Selfie bareng Penyu
NKhah di tempat konservasi Penyu ini, ada beberapa penyu yang di simpan di sini, di jaga dan di pelihara, mereka hidup di kolam karantina. Ada beragam jenis dan ukuran, dari yang kecil sampai yang besar dengan berat 50 kg.

Dekat dengan Konservasi Penyu ini ada kolam renang yang sepertinya seger banget kalo nyemplung, biayanya cuma 5.000 rupiah kamu udah bisa berenang di kolam renang yang posisinya berada di pinggir pantai, lengkap dengan fasilitas kamar mandi dan mushola.

Kalo masih kurang puas juga, di Pantai Srau juga ada penjual nasi Tiwul khas Pacitan. Nasi dengan campuran singkong, di tambah tempe & urab. Ada juga lawuk tambahan seperti pepes lebah atau pepes kepiting.

Nasi Tiwul Rp. 10.000/porsi
Puas main Flying Fox, puas melihat Penyu di konservasi Penyu, Puas foto-foto dan makan, itu artinya Saya harus melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya, Pantai Srau.

Oh iya, Biaya masuk Pantai Taman ini harganya 5.000 rupiah/orang (Maret 2018)


5. Camping di Pantai Srau

Sunset di Pantai Srau
Sebenarnya posisi Pantai Srau ini letaknya dekat dengan pantai Klayar atau pantai Banyutibo, setelah dari dua pantai itu kamu bisa langsung melipir ke pantai Srau ini kalo kamu sekedar berkunjung, beda dengan Saya, tujuan Saya ke pantai Srau buat Camping. Mangkanya dari Pantai Banyutibo, Saya dan teman-teman mengunjungi Pantai Taman dulu sambil menunggu sore. Dari Pantai Taman ada rencana ke Pantai Watukarung tapi waktunya nggak cukup. hiks hiks.

Sore yang indah di pantai Srau,  setelah menghabiskan waktu sekitar 1 jam setengah, keindahan pantai Srau sudah terlihat. memasuki loket pembelian tiket, sudah terlihat bule-bule yang sedang bermain surfing, ada juga beberapa yang sedang berjemur di pinggir pantai. Waktu itu sekitar jam setengah 5 sore. Setibanya Saya di sana, Saya baru tau kalo ternyata pantai Srau ini luas banget, ada banyak spot dan are-are yang berbeda, Saya dan teman-teman segera mencari lahan buat mendirikan tenda.

Hamparan rumput yang hijau, pohon kelapa yang tersusun, di tempat inilah Saya mendirikan tenda untuk beristirahat bersama teman-teman, ada juga beberapa yang memasang hammock.

Api unggun yang menghangatkan
Keistimewaan pantai Srau adalah kita bisa melihat matahari terbenam atau matahari terbit dari atas bukit-bukit, kita tinggal pilih mau melihatnya dari sudut mana dan menurut Saya semuanya keren banget.

Malam harinya Saya dan teman-teman menghabiskan waktu dengan bermain lampion dan juga bersantai sambil menikmati api unggun. Ada perasaan damai sekali ketika berada di situasi seperti ini, deburan suara ombaknya mampu menenangkan.

Lampion yang menambah keakraban
Sudah jam 11 malam lebih, Saya memilih istirahat beralaskan flysheet tanpa tenda, sengaja tidak memilih tidur di dalam tenda hanya ingin sekedar lebih dekat dengan alam.

*Bersambung

3 Hari Explore Pacitan - Day 01


Ini perjalanan pertama Saya ke pacitan, salah satu kabupaten di Jawa Timur yang posisi nya ada di ujung barat Jawa Timur. Jauh ya, bro, ternyata. aselik! Rencananya Saya dan teman-teman dari Backpacker Karawang akan Explore Pacitan selama 3 hari.

Berangkat dari Karawang menggunakan Bis sekitar jam setengah 9 malam, tiba di Kendal sekitar pukul setengah 5 pagi, berenti di rest area gitu buat sholat subuh dan ngopi-ngopi gemes, terus perjalanan kami berlanjut membelah semarang, lalu Solo dan tembus di Pacitan. Jujur sih Saya nggak begitu hafal rutenya, tapi intinya Saya baru tiba di Pacitan sekitar Pukul 10 pagi dan langsung menuju destinasi pertama yaitu Goa Gong. Tiba di sana sekitar setengah 12 siang. Kalo di total sih perjalanan darat menggunakan Bis hampir 15 jam.

Kesulitan satu-satunya buat menjangkau tempat-tempat wisata yang ada di Pacitan mungkin hanya satu, yaitu transportasi, kita nggak bisa mengandalkan transportasi umum di sana karena memang kebanyakan transportasi umumnya nggak menjangkau tempat wisata, mangkanya kita harus sewa kendaraan motor atau mobil, bisa juga datang rombongan seperti Saya, jadi gampang mau kesana dan kesini. Sepenglihatan Saya pun Pacitan masih tergolong sepi jadi masih minim fasilitas.

Rencana di hari pertama ini Saya mendatangi 3 tempat wisata, yaitu : Goa Gong, Pantai Klayar & Pantai Banyutibo. Dengan waktu yang tersisa, Bismillah, Cus......

1. Goa Gong




Goa Gong berada di Jl. Punung-Goa Gong, Sooka, Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Bayangan Saya mungkin tempat wisata ini berada di pedaleman banget dan akses masuk nya susah, tapi ternyata nggak loh, di sana parkirannya sangat luas, banyak warung, dan akses jalannya juga bagus.

Setibanya di parkiran motor & mobil, nggak usah kaget kalo kamu di kerumunin mas-mas ojek yang berdiri tepat di depan pintu mobilmu sambil menawarkan jasanya "di anter ke pintu masuk goa gong naik ojek, mas/mba, jalannya jauh loh", katanya, terus Saya tanya seberapa jauh sih, jawabnya "800 meter". Saya dan teman-teman sepakat memilih jalan kaki aja, namanya juga Backpacker jadi udah terbiasa lah jalan kaki. Setelah jalan kaki ternyata jaraknya deket banget! emang agak nanjak nanjak dikit sih tapi masih terbilang deket kok. Buat kamu yang nggak mau capek mah, ya bolehlah naik ojek, itung-itung bantu usaha warga setempat, biayanya Rp. 5.000 di antar dan di jemput.


Saya bukan orang yang suka banget sama Goa dan nggak begitu ngerti juga jenis-jenisnya. termasuk nggak begitu paham soal stalagmite dan stalagtit. Tapi percaya deh sama Saya kalo ternyata Goa Gong ini memang indaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah betul, di tambah efek lampu-lampu berwarna-warni di dalam goa yang di susun dan di tempatkan dengan konsep sehingga membuat susasa goa makin romantis dan dramatis. ha ha

Kedalaman Goa Gong sendiri sekitar 256 meter, dengan kedalam tersebut tentu dong di dalam Goa bakalan pengap dan gerah, untungnya pengelola Goa Gong menyediakan blower besar di beberapa titik di dalam Goa nya supaya kita nggak begitu kepanasan dan kegerahan walaupuuuuuuun pada kenyataannya tetep gerah. Kalo mau keliling di dalam goa kita membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 2 jam. Terkadang nih di dalam goa kita akan kejatuhan tetesan-tetesan air dari stalaktit yang masih meneteskan air, bahkan di dalam goa nya pun ada danau kecil yang terbentuk dari tetesan itu. Indah, cuy!


Biaya masuk kedalam Goa Gong sebesar 15.000 rupiah/orang (Maret 2018)

Informasi tambahan dari hasil kepo-kepo sama penjaga loketnya, bahwa Goa yang sudah terkenal sampai keluar Indonesia ini pertama kali ditemukan tahun 1924 oleh dua orang pribumi bernama Mbah Noyosemito dan Mbah Joyorejo. Waktu itu belum langsung dibuka sebagai tempat wisata, maklum, saat itu Indonesia masih di jajah, kan! Barulah pada tahun 1995 tempat ini diresmikan sebagai tempat wisata dan diberi nama Goa Gong, selaras dengan nama gunungnya, yaitu Gunung Gong Gongan.



Selain keindahan stalagmite dan stalagtit nya, Goa Gong juga menyimpan keindahan lainnya, termasuk pasar cindramata batu yang unik-unik. Katanya, Goa Gong ini jadi Goa terindah seasia tenggara, setuju nggak?

2. Pantai Klayar


Destinasi kedua yang Saya kunjungi di hari pertama ini adalah Pantai Klayar, nggak jauh dari Goa Gong kok, perjalanan diperlukan waktu sekitar 30 sampai 40 menit dengan jalan berliku.

Setibanya di pantai ini, Saya dan teman-teman langsung kegirangan karena panoramanya yang indah banget walaupun baru di lihat dari atas, parkiran mobil. Area parkir di pantai Klayar cukup luas, dan sebenarnya dari area ini aja kita udah bisa liat keindahan Pantai Klayar dari kejauhan. tapi kalau mau lebih jelas dan main pasir kita ahrus turun ke bawah dan jalan kaki.

Karena belum melaksanakan sholat ashar, Saya dan beberapa teman terlebih dulu menunaikan kewajiban di mushola kecil dekat bibir pantai. Usai sholat Saya langsung bergegas menuju bibir pantai dengan pasirnya yang putih, panorama tebing-tebing, jernihnya air laut, jajaran pohon kelapa yang tersusun rapi dan juga deburan ombak yang deras. Ah, sempurnaaaaaaaaa. Makin sempurna lagi kalo ombaknya nggak begitu deras sih jd bisa berenang di pantainya. Karena ombaknya deras jd ada peringatan supaya nggak berenang di sana. Bahaya.


Pantai Klayar ini cukup ramai oleh pengunjung dari masyarakat sekitar ataupun dari luar kota. Selain keindahannya, kita juga bisa menyaksikan fenomena-fenomena air laut yang memancar keatas lewat celah-celah karang, kurang lebih pancaran air itu setinggi 8 meter sampai 10 meter, dikenal dengan nama seruling samudra. Jika mau melihatnya waktu yang paling tepat adalah sekitar jam 2 siang sampai setengah 5 sore.

Biaya masuk ke Pantai Klayar ini sebesar 15.000 rupiah/orang (Maret 2018)

Ini yang namanya ATV
Selain itu, di pantai ini juga kita bisa menyewa motor ATV atau All Train Vehicle. Apa itu ATV? itu loh kendaraan yang bisa di gunakan di segala medan, beroda empat dan stang nya sama kaya stang motor, cara mengendarainya juga mirip dengan motor biasa tapi tetep di perlukan trik khusus dan perlu penyesuaian, buat Saya yang baru pertama kali nyoba sih ketagihan. Aga kaku sih tapi seru! Jadi ngebayangin adegan di film-film. Sayangnya nggak bisa ngebut banget karena di pasir dan ramai pengunjung, takut nabrak.

3. Camping di Pantai Banyutibo


Hari sudah menjelang sore, tepat adzan magrib Saya tiba di loket tiket Pantai Banyutibo, dari sana jalan menuju pantai sangat sempit dan berkelok tajam. Karena itu akhirnya Saya dan teman-teman menyewa transportasi tambahan supaya bisa sampai ke Pantai Banyutibo.

Keberadaan Pantai Banyutibo ini nggak jauh dari Goa Gong atau Pantai Klayar, waktu tempuhnya sekitar 30 menitan. Pantai ini berada di desa widoro, kecamatan donorojo, bagian selatan dari Kabupaten Pacitan.

Karena hari sudah gelap dan memang sudah di rencanakan untuk camping di sana, akhirnya kami mendirikan tenda untuk tidur. sebenarnya sih tanpa mendirikan tenda pun kita bisa tidur dengan memanfaatkan saung-saung dan warung-warung yang ada di Pantai Banyutibo ini. Sayangnya tempat buat mendirikan tendanya nggak bisa di pinggir pasir putihnya, hanya di bisa di atas tebing-tebing. tapi seru juga kok, kalo ombaknya sangat deras kadang cipratan airnya mengenai kita.

Sepiring nasi & seekor ikan lauk harganya Rp. 10.000
Sambil menikmati ikan laut dan sepiring nasi, di tambah jengkol, Saya lahap menyantap hidangan yang sederhana tapi kenikmatannya sangat mewah ini. Dilanjut bercerita sama teman-teman dan menikmati deburan ombak dan angin laut.

Biaya masuk ke Pantai Banyutibo 10.000 rupiah/orang (Maret 2018)

Dini hari sekitar jam 4 pagi Saya terbangun dan menyaksikan bintang-bintang juga bulan yang bulat sempurna. Suasana seperti ini cocok banget buat merenung atau ngobrol santai bersama kawan sambil menunggu matahari terbit.

Pagi harinya ketika matahari sudah terbit, keeksotisan pantai banyutibo semakin terlihat terapmpang nyata. pantai yang cukup famous ini masih sepi pengunjung, Saya dan teman-teman turun ke bawah air terjun dengan tangga yang disediakan pengelola. Di bawah air terjun itu kita bisa mandi di bawah air atau bersantai di hamparan pasir putih yang nggak begitu luas.


Kalau kamu mau juga main di bawah sana, datanglah pada waktu yang tepat, ketika air sedang surut. Jangan ketika air sedang pasang, soale kalo air sedang pasang maka hampir keseluruhan pasir putih terendam air laut dan ombaknya cukup kencang. Saat sedang surut saja Saya terseret ombak dan membentur karang-karang, hasilnya kaki kiri dan kaki kanan Saya lecet-lecet. huft!

*Bersambung

Si Anak Bawang, Pantai Sedari - Karawang.

Senja di Pantai Sedari
Belakangan, di Karawang ini sedang rame banget sama pendatang baru di dunia pariwisata Karawang, yaitu Pantai Sedari. Bukan karena salah satu foto viral seorang pemuda yang sedang berpose dengan tulisan “Samsat di pantai sedari indah banget” ha ha mungkin maksudnya adalah Sunset, atau yang sedang hits lainnya yaitu tulisan “PANTAI SEDARI” di pinggir pantai yang mirip dengan tulisan Pantai Losari di makasar sana.

Pantai ini masih tergolong baru jadi tujuan masyarakat Karawang buat berwisata bersama keluarga atau bersama kawan. Jalan cor yang masih baru, jembatan jembatan yang juga masih terlihat baru yang di kelola oleh BUMN, dulu, bertahun-tahun lamanya warga Sedari mengandalkan perahu dan sungai buat bepergian ke sana-kemari, tapi berkat perhatian pemerintah akhirnya Sedari memiliki fasilitas jalan dan kawasan ini terbuka buat umum.

Pantai Sedari, bukan Pantai Losari

Ada banyak wisata yang bisa kita jumpai di sana, selain wisata pantai, ada juga wisata religi, wisata rumah susun warna-warni, wisata pendidikan, wisata sungai dan juga wisata hutan mangrove.

Saya sudah sempat menulis tentang Hutan Mangrove Sedari di tulisan sebelumnya, nah Pantai Sedari ini lokasinya cukup dekat dengan Hutan Mangrove itu, kurang lebih 5 menit lah naik motor. Masih satu desa kok.


Ada apa aja di Pantai Sedari?

Selain hamparan pasir hitam eksotis, di pantai Sedari sudah bisa kita temui jejeran warung & rumah makan, fasilitas saung-saung, permainan air dan ada juga sebuah kapal yang akan mengantar kita ke tengah laut dan mengelilingi sebuah bangunan bor minyak tanah milik BUMN.

Kita bisa menaiki perahu tersebut dengan mengeluarkan biaya Rp. 10.000 sampai Rp. 20.000, tergantung tawar menawar kamu. Lama perjalanan kurang lebih 30 menit. Saya sangat menyarankan kalo kamu mau naik perahu, naiklah sore hari supaya bisa liat matahari terbenam dari atas kapal.


Atau, jika kamu sekedar mau bersantai-santai dan menikmati hidangan laut di salah satu warung yang sudah di sediakan, itu bisa banget. Harga relatif, tergantung tawar menawar kamu juga.

Satu hal yang kurang sedap di pandang mata, yaitu banyaknya sampah yang berserakan di bibir pantai. Buat Saya pribadi itu sangat sangat mengganggu, keindahan pantainya jadi berkurang. Di tambah, minimnya fasilitas tempat sampah jadi memperburuk kondisi di sana.


Masyarakat di luar Karawang mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa Karawang memiliki banyak sekali wisata pantai, emang sih pantainya nggak se indah di tempat lain, tapi cukup kok buat menghilangkan penat dari riuhnya kota. He he

Pantai Sedari Karawang
Sedari, Cibuaya, Sedari, Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat 41356

https://goo.gl/maps/oWjbhkNWt872

Lokasi Pantai Sedari dekat dengan Hutan Mangrove Sedari, Kecamatan Cibuaya  Kabupaten Karawang.

Jika kamu berkunjung kesana, mari sama-sama kita jaga kebersihan dan kelestarian alamnya. Jangan buang sampah sembarangan.

Bahagia Bersama Kawan