Ketemu Pendaki Gemes di Gunung Andong 1726 mdpl

View dari jalur pendakian menuju puncak
Di jalur pendakian menuju puncak Gunung Andong (1726 mdpl) Saya bertemu dengan 2 orang perempuan. Ketemu sama mereka di sebelum Watu Pocong, Pos 1 Gunung Andong. Berlanjut ke jalur pendakian pos 2, Saya sempat menawarkan diri buat bawain matras salah satu di antara mereka yang terlihat mulai kelelahan.

Sudah jadi hal yang biasa jika sesama pendaki saling tegur sapa, saling tolong menolong bahkan saling berbagi makanan, seperti yang Saya lakukan waktu itu. Bukan sok kenal, kepo atau modus, tapi itu semua adalah bentuk kepedulian, sekaligus nyari teman baru juga kan?

Melihat wajahnya yang masih sangat muda, Saya penasaran dong, langsung Saya tanya aja usia mereka, ternyata baru kelas 3 SMA. Wadaw... Anak perempuan, belum di nyatakan lulus SMA, mendaki cuma berdua?! Teman Saya, Mba Widi namanya, sampai terkagum dan memuji dua anak itu "keren loh kalian, beneran aku kagum" kata Mba Widi sambil mengatur nafas. Ia terlihat ngos-ngosan juga, maklum ini kali pertama Mba Widi melalukan pendakian. Tapi, jangankan Mba Widi, Saya aja ngos-ngosan kok. He he

Ketika di Pos 2, kedua anak yang baru selesai ujian SMA itu bisik-bisik, yang satu nyodorin roti ke temannya sambil sedikit ngomel "kamu sih gak mau makan dari pagi", dengan muka yang kecapean dan lapar, temanya jawab "aku tadi gak laper". Melihat adegan itu Saya langsung nimbrung dan menawarkan sebungkus nasi + lauknya ke meraka. "kamu makan ini. Jangan roti", kata Saya sambil nyodorin sebungkus nasi yang Saya ambil dari teman Saya, Kak Ros. Awalnya mereka berdua nolak, tapi setelah Saya dan teman-teman Saya paksa akhirnya mau juga walaupun cuma di makan sedikit.

Setelah kejadian itu, jujur Saya khawatir sama mereka, lalu Saya memutuskan buat backup mereka sambil ngajak ngobrol.

Pelan-pelan Saya berjalan di belakang mereka. Yang satunya terus mengeluh kelelahan dan berkali-kali bilang mau balik lagi ke bawah, gak mau meneruskan pendakian, gak kuat. Setiap kali dia mengeluh Saya minta buat dia beristirahat sebentar sambil Saya berusaha untuk terus meyakinkan dan ngasih semangat sampai akhirnya mereka nyampe juga di pos 3 alias air pemancar.

"Sebentar lagi sampe puncak kok. Beneran deh. Setelah sampai puncak, kamu gak akan menyesal. Ayo semangat" sambil senyum-senyum Saya ngasih semangat. Puncak memang sudah dekat, tapi kabut sudah mulai turun, Saya khawatir hujan kalo terlalu lama istirahat. Setelah Saya kasih dorongan semangat terus-terusan, akhirnya dia berjalan lebih cepat sampe Saya gak ngeliat lagi batang idung mereka. Ternyata Saya di tinggal pas mau sampe puncak. Ha ha ha. Dasar bocah!

Menuju Puncak
Betewe, kenapa Saya mau repot-repot nemenin mereka mendaki? Kenal aja gak. Mereka juga gak ngasih tau nama mereka ke Saya.

Setiap kali melakukan pendakian, kita memang gak pernah tau apa yang akan terjadi. Terkadang, hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan sama sekali malah terjadi. Dan terkadang, hal-hal yang kita khawatirkan justru malah tidak terjadi.

Setiap kali melakukan pendakian setinggi atau serendah apapun gunung itu, kita gak pernah tau akan di pertemukan dengan siapa dan akan bagaimana kondisinya.

Jadi, jika di tanya kenapa mau repot-repot bantuin mereka padahal diri sendiri aja kwalahan, jawabannya Saya juga gak tau. Tapi mungkin rasa syukur adalah satu-satunya jawaban yang mendekati tepat kenapa Saya mau repot-repot nolong mereka. Bisa aja Saya ninggalin mereka, cuek sama mereka, tapi, pasti Saya akan merasa bersalah dan kepikiran.

Bayangin deh ; dua anak perempuan yang baru selesai ujian SMA mendaki dengan bekal seadanya, dengan persiapan seadanya, yang satu fisiknya kuat sedangkan yang satu lagi sudah berkali-kali mau menyerah. Di tambah kondisi cuaca yang kurang bagus. Kasian kan?!

Ketika sampai di puncak, Saya melihat raut wajahnya bahagia banget. Sudah pasti Saya jadi ikut senang.

Tenda kami berdekatan, malamnya kami ajak ngobrol ngalor-ngidul, tapi sampai obrolan selesai mereka gak mau ngasi tau nama mereka. Yaudah, sepanjang obrolan, Saya dan teman-teman Saya manggil mereka dengan panggilan "heh anak SMA", dan kadang mereka kompak menjawab "udah mau lulus kakaaaaaaak" ha ha ha lagian sih gak mau ngasi tau nama.

Keesokan harinya, sebelum turun gunung mereka berdua minta foto bareng Saya dan teman-teman Saya. Sampai selesai foto masih kami ledekin tapi mereka gak juga ngasi tau nama mereka. Hadeeeeuh!

Saya sudah menginfokan alamat blog Saya. Semoga salah satu di antara mereka ada yang ingat alamat blog Saya dan membaca tulisan Saya yang ini.

2 pendaki gemes yang paling depan berhijab

Duhai Pendaki Gemesss... Berani itu bagus, keren. Melakukan hal nekat juga kadang diperlukan supaya hidup gak monoton. Tapi, segala sesuatunya harus di pertimbangkan dan perlu persiapan.

Tentang pendakian kemarin, bukan karena ketemu Saya dan teman-teman Saya kalian harus bersyukur, bukan. Tapi bertemu dengan siapapun kemarin, kalian tetap harus bersyukur dan berterimakasih sama Allah. Semoga yang kemarin itu di jadikan pelajaran dan jadi pengalaman yang keren dalam hidup kalian.

Selamat melanjutkan cita-citanya. Semoga lulus ujiannya dan semoga sukses kuliahnya.

Oh iya, ngomongin Pendaki Gemes, Istilah Pendaki Gemes itu kalo menurut kamu kaya apa?

0 Comments:

Posting Komentar