Mt Prau (2.565 Mdpl) - Tenda Roboh, Gas Beracun, Sampai Tragedi di Sengat Tawon.


Ini pengalaman cukup pahit buat Saya dan teman-teman waktu itu. Di saat hujan sedang turun, turunnya banyak dan ramean, padahal waktu itu bulai mei yang seharusnya sudah gak musim hujan. Beberapa hari sebelum berangkat emang udah was-was banget sih, bakalan hujan gak ya, dan ternyata setelah sampai di wonosobo langsung di sambut hujan. Kamu harus tahu kalo udara di Wonosobo waktu itu yang sudah sejuk jadi makin sejuk. Nikmat sih tapi aga kepikiran juga soalnya mau mendaki gunung, takut licin-licin manja gitu lah jalur pendakiannya.

Saya dan teman-teman langsung menuju pos pendakian dengan berlari-lari manja karena takut basah oleh air hujan. Seperti pendakian-pendakian sebelumnya, sampai di pos pendakian/basecamp, Saya dan teman-teman langsung prepare untuk packing ulang bawaan di keril kami masing-masing. Saya menyempatkan diri untuk beli jas hujan sekali pakai seharga RP. 10.000 di warung dekat Basecamp pendakian. Jas hujan sekali pakai yang kurang dari sejam Saya pakai sudah robek di bagian celananya. ha ha ha bahannya tipis banget.

Saya memilih jalur Patak Banteng karena "katanya" lebih singkat dari jalur Dieng, lebih singkat sihg tapi terjal. Setelah Saya alami sendiri memang benar sih treknya cukup terjal dan sempit, waktu itu pendaki yang naik banyak banget, sampe antri-antri gituh. Duh ileh, ini bukan kaya mendaki gunung tapi berasa lagi dimana gitu, naik gunung sekarang udah rame banget yah. Saking ramenya pendaki yang naik waktu itu, Saya sampe gak kebagian lahan buat mendirikan tendaloh. Sempet panik juga karena hujan dan langit mulai gelap, di tambah udaranya dingin dan anginnya juga kenceng banget.

Setelah mencari kesana-kesini, dapet dong lahan untuk mendirikan tenda, cukup untuk 2 tunda, yang satu tenda sih aman tapi sialnya yang satu tenda lagi kebagian di dataran miring, Saya gak tahu kemiringannya berapa derajat tapi yang pasti setelah tenda berdiri dan kami masuk kedalam, itu posisinya gak enak banget. saat posisi tiduran merosot terus. Di dalam tenda yang miring itu di isi empat orang, sedangkan yang satu tenda lagi di isi 3 orang.

Hujan yang deras, angin yang kencang, udara yang udah jelas dingin banget, itu semua di perburuk dengan kondisi tenda yang single layer, yang artinya tenda yang Saya bawa ini gak cocok untuk kondisi seperti itu walaupun udah di tambah flysheet tapi tetep aja rembes dan udara dingin menusuk.

Muka kucel kurang tidur
Karena kelelahan dan ngantuk parah, lelah bukan karena trek pendakiannya yang berat tapi karena perjalanan yang cukup jauh dari Karawang dan kurang tidur jadi Saya gampang lelah. Waktu itu Saya gak sempet atau lebih tepatnya gak kepikiran ya buat bikin jalur air di sekitar tenda buat menghindari air yang turun dari ketinggian, soalnya kan tenda Saya berada di kemiringan jadi rawan kan dilalui alir. Dan kamu tahu apa yang terjadi saudara-saudara? Air yang terjun pelan-pelan dari ketinggian itu menumpuk, eh apa ya bahasanya? jadi intinya tuh tenda saya menghalangi air lewat sehingga tenda saya jadi seperti bendungan. nah loh...

Dari dalam tenda yang kebetulan Saya tidur di pojok, persis di samping air yang membendung, Saya kok merasakan tenda makin lama menyempit dan miring, Saya akhirnya terbangun, setelah Saya raba ternyata tenda Saya di kepung air. Saya bangunin teman-teman yang lain lalu kami keluar dari tenda, setelah keluar air yang banyak itu langsung menghantam tenda kami hingga berserakan gak karuan, Saya sempat menyelamatkan tas kecil, kamera, dompet dan powerbank, tapi keril dan barang lainnya ada di dalam tenda dan semuanya BASAH!

Prau waktu itu. cuacanya sedang tidak bagus, hujan masih turun dan udara dinginnya parah. Kami semua langsung masuk tenda yang satunya lagi. yap, tenda dengan kapasitas 4 orang itu kami isi dengan 7 orang. jangan tanya deh gimana kondisinya di dalam tenda. Sambil menahan dingin, Saya juga merasa sedih karena ngebayangin semua barang-barang di tenda basah. Saya juga khawatir karena ada satu powerbank Saya yang tertinggal. Serba salah banget, mau beresin juga percuma karena emang semuanya udah basah, di tambah dinginnya tuh ekstrim, jadi kami biarkan aja sampe subuh.

Di dalam tenda yang sempit-sempitan itu, kami saling menghibur satu sama lain supaya gak begitu terasa menderita yes. he he he. Lalu ada momen dimana ketika kami semua sedang bercerita di dalam tenda, terciumlah bau busuk di dalam tenda. "Ini siapa yang kentut? anjir bau banget" Sungkar, salah satu teman kami dengan nada penuh kesal berteriak. Semua kompak menciaum aroma yang sama, gas beracun yang bau banget itu entah punya siapa. Disaat itu juga Saya yang posisinya dekat dengan pintu tenda langsung membuka resleting tenda agar dapat udara segar, supaya kami semua gak mabok dan gak pingsan di dalam tenda. Perjalanan yang sudah lama itu, sampai detik dimana Saya menulis cerita ini belum ada yang mengaku siapa yang kentut waktu itu, belum ada yang bertanggung jawab siapakah yang bikin kami semua di dalam tenda mual-mual. Kamu bisa bayangkan dong kondisi kami di dalem tenda yang seharusnya di isi 4 orang tapi kami isi 7 orang, dan di dalam tenda yang sempit-sempitan itu muncul bau kentut busuk. heuh!

Oh iya, mau tau gimana posisi Saya dan teman-teman Saya agar bisa tidur di dalam tenda? dengan ruang yang sempit tapi orang yang ada di dalam tenda melebihi kapasitas, kami berusaha sebaik mungkin untuk mengatur posisi agar semuanya kebagian tempat, tapi pada kenyataannya sulit. Dengan ukuran 310 x 220 x 160 cm itu, dan setelah atur sana atur sini, maka kami gak menemukan posisi tidur yang benar-benar nyaman buat semua. yaialah.. akhirnya dengan posisi satu orang di tengan dan yang lainnya mengelilingi dengan posisi duduk sambil kepala bertumpu di pundak yang satunya lagi membuat ringkaran, barulah kami bisa tidur dengan terpaksa. 

Saya gak benar-benar bisa tidur dengan nyenyak dalam keadaan dan posisi seperti itu, hanya beberapa jam tapi menunggu subuh terasa lama banget. Setelah subuh datang dan Saya merasa senang, Saya keluar tenda dan melihat posisi tenda Kami yang tadi malam di terjang air karena kebodohan kami sendiri mendirikan tenda di tempat yang tidak benar. Kondisi tenda yang roboh itu benar-benar kacau, gak ada yang bisa di selamatkan, semuanya basah, termasuk keril. Saya coba bongkar dan merapikan semuanya sambil menahan dingin.


Berharap matahari pagi itu muncul dengan terang dan terik, kenyataannya cuma ada kabut tebal sepanjang pagi. Boro-boro atuh bisa jemur keril dan barang lainnya yang basah, melihat keindahan Gunung Prau aja gak bisa karena di tutup kabut. nasib.....

Sekitar jam 8 pagi setelah melakukan perdebatan yang panjang dan musyawarah ketat lantaran bingung mau turun lewat jalur Patak Banteng seperti naik kemarin atau turun lewat jalur yang berbeda, yaitu jalur Dieng. Saya termasuk orang yang menyuarakan dengan keras kalo baiknya kami turun lewat jalur Dieng aja, feeling aja cuacanya akan bagus dan akan melihat keindahan lain. Setelah Saya yakini, akhirnya semua sepakat turun lewat dieng.
Awal-awal melangkahkan kaki untuk turun kami sempat melihat pemandangan Gunung Prau yang tadinya tertutup kabut berubah menjadi cerah, tapi cuma sebentar, setelahnya kabut datang dan pergi sesuka hati. Setiap kabut ilang di situlah kami harus cepat-cepat mengambil momen untuk foto sebelum kabutnya nutupin keindahan lagi. rempong dan berebut.

Trek ajlur pendakian lewat Dieng emang jauh lebih datar dan nyantai, yang bikin berat adalah tas keril yang basah beserta isinya. Jadi Saya pribadi lumayan menanggung beban keril yang berat itu.

Selama perjalanan turun itu ada kejadian yang cukup menegangkan tapi juga bikin ngakak terbahak-bahak. Kalau gak salah kejadiannya setelah tiang pemacar di jalur Dieng. Tiba-tiba kepala teman Saya namanya Prapti di singgahi tawon yang masuk kedalam rambutnya Prapti. Dia panik, lalu teman Saya satu lagi namanya Ibnu langsung nolongin Prapti dengan cara mengambil tawon yang ada di rambutnya Prapti, eh tangannya Ibnu di sengat. ha ha ha. Saya ketawa ngakak ngeliat adegan itu, ngeliat ekspresinya Prapti dan Ibnu. "Ini tawonnya nyengat kepal gue" teriak Prapti. Untunglah teman Saya yang satu lagi punya ide buat ngambil tawon dari rambutnya Prapti tapi menggunakan sarung tangan tebal. Alhamdulillah tawonnya ketangkep dan terpaksa di matiin karena khawatir membahayakan lagi.


Tawa bahagia, kesel dan sedih mewarnai pendakian Saya kali ini. Banyak pelajaran yang Saya dapat sebagai pendaki baru waktu itu. Gak cuma pelajaran untuk memilih tenda yang tepat dan kualitas bagus, tapi juga pelajaran untuk selalu meletakkan pakaian atau barang dengan plastik atau trashbag ketika dimasukan kedalam keril, hal kecil tapi sering di abaikan. selain itu, Saya juga jadi sadar kalo membuat saluran air itu juga penting ketika mendirikan tenda. Dan lagi harus mendirikan tenda di lahan yang tepat.

Selesai pendakian dan jalan-jalan santai di Dieng, Saya pulang dengan pakaian yang tidak benar-benar kering. Pulang ke Karawang dengan ketidaknyamanan karena makin lama bau pakaian basah yang gak sedap muncul dan mengganggu. hihihihi


0 Comments:

Posting Komentar