Mt Prau (2.565 Mdpl) - Tenda Roboh, Gas Beracun, Sampai Tragedi di Sengat Tawon.


Ini pengalaman cukup pahit buat Saya dan teman-teman waktu itu. Di saat hujan sedang turun, turunnya banyak dan ramean, padahal waktu itu bulai mei yang seharusnya sudah gak musim hujan. Beberapa hari sebelum berangkat emang udah was-was banget sih, bakalan hujan gak ya, dan ternyata setelah sampai di wonosobo langsung di sambut hujan. Kamu harus tahu kalo udara di Wonosobo waktu itu yang sudah sejuk jadi makin sejuk. Nikmat sih tapi aga kepikiran juga soalnya mau mendaki gunung, takut licin-licin manja gitu lah jalur pendakiannya.

Saya dan teman-teman langsung menuju pos pendakian dengan berlari-lari manja karena takut basah oleh air hujan. Seperti pendakian-pendakian sebelumnya, sampai di pos pendakian/basecamp, Saya dan teman-teman langsung prepare untuk packing ulang bawaan di keril kami masing-masing. Saya menyempatkan diri untuk beli jas hujan sekali pakai seharga RP. 10.000 di warung dekat Basecamp pendakian. Jas hujan sekali pakai yang kurang dari sejam Saya pakai sudah robek di bagian celananya. ha ha ha bahannya tipis banget.

Saya memilih jalur Patak Banteng karena "katanya" lebih singkat dari jalur Dieng, lebih singkat sihg tapi terjal. Setelah Saya alami sendiri memang benar sih treknya cukup terjal dan sempit, waktu itu pendaki yang naik banyak banget, sampe antri-antri gituh. Duh ileh, ini bukan kaya mendaki gunung tapi berasa lagi dimana gitu, naik gunung sekarang udah rame banget yah. Saking ramenya pendaki yang naik waktu itu, Saya sampe gak kebagian lahan buat mendirikan tendaloh. Sempet panik juga karena hujan dan langit mulai gelap, di tambah udaranya dingin dan anginnya juga kenceng banget.

Setelah mencari kesana-kesini, dapet dong lahan untuk mendirikan tenda, cukup untuk 2 tunda, yang satu tenda sih aman tapi sialnya yang satu tenda lagi kebagian di dataran miring, Saya gak tahu kemiringannya berapa derajat tapi yang pasti setelah tenda berdiri dan kami masuk kedalam, itu posisinya gak enak banget. saat posisi tiduran merosot terus. Di dalam tenda yang miring itu di isi empat orang, sedangkan yang satu tenda lagi di isi 3 orang.

Hujan yang deras, angin yang kencang, udara yang udah jelas dingin banget, itu semua di perburuk dengan kondisi tenda yang single layer, yang artinya tenda yang Saya bawa ini gak cocok untuk kondisi seperti itu walaupun udah di tambah flysheet tapi tetep aja rembes dan udara dingin menusuk.

Muka kucel kurang tidur
Karena kelelahan dan ngantuk parah, lelah bukan karena trek pendakiannya yang berat tapi karena perjalanan yang cukup jauh dari Karawang dan kurang tidur jadi Saya gampang lelah. Waktu itu Saya gak sempet atau lebih tepatnya gak kepikiran ya buat bikin jalur air di sekitar tenda buat menghindari air yang turun dari ketinggian, soalnya kan tenda Saya berada di kemiringan jadi rawan kan dilalui alir. Dan kamu tahu apa yang terjadi saudara-saudara? Air yang terjun pelan-pelan dari ketinggian itu menumpuk, eh apa ya bahasanya? jadi intinya tuh tenda saya menghalangi air lewat sehingga tenda saya jadi seperti bendungan. nah loh...

Dari dalam tenda yang kebetulan Saya tidur di pojok, persis di samping air yang membendung, Saya kok merasakan tenda makin lama menyempit dan miring, Saya akhirnya terbangun, setelah Saya raba ternyata tenda Saya di kepung air. Saya bangunin teman-teman yang lain lalu kami keluar dari tenda, setelah keluar air yang banyak itu langsung menghantam tenda kami hingga berserakan gak karuan, Saya sempat menyelamatkan tas kecil, kamera, dompet dan powerbank, tapi keril dan barang lainnya ada di dalam tenda dan semuanya BASAH!

Prau waktu itu. cuacanya sedang tidak bagus, hujan masih turun dan udara dinginnya parah. Kami semua langsung masuk tenda yang satunya lagi. yap, tenda dengan kapasitas 4 orang itu kami isi dengan 7 orang. jangan tanya deh gimana kondisinya di dalam tenda. Sambil menahan dingin, Saya juga merasa sedih karena ngebayangin semua barang-barang di tenda basah. Saya juga khawatir karena ada satu powerbank Saya yang tertinggal. Serba salah banget, mau beresin juga percuma karena emang semuanya udah basah, di tambah dinginnya tuh ekstrim, jadi kami biarkan aja sampe subuh.

Di dalam tenda yang sempit-sempitan itu, kami saling menghibur satu sama lain supaya gak begitu terasa menderita yes. he he he. Lalu ada momen dimana ketika kami semua sedang bercerita di dalam tenda, terciumlah bau busuk di dalam tenda. "Ini siapa yang kentut? anjir bau banget" Sungkar, salah satu teman kami dengan nada penuh kesal berteriak. Semua kompak menciaum aroma yang sama, gas beracun yang bau banget itu entah punya siapa. Disaat itu juga Saya yang posisinya dekat dengan pintu tenda langsung membuka resleting tenda agar dapat udara segar, supaya kami semua gak mabok dan gak pingsan di dalam tenda. Perjalanan yang sudah lama itu, sampai detik dimana Saya menulis cerita ini belum ada yang mengaku siapa yang kentut waktu itu, belum ada yang bertanggung jawab siapakah yang bikin kami semua di dalam tenda mual-mual. Kamu bisa bayangkan dong kondisi kami di dalem tenda yang seharusnya di isi 4 orang tapi kami isi 7 orang, dan di dalam tenda yang sempit-sempitan itu muncul bau kentut busuk. heuh!

Oh iya, mau tau gimana posisi Saya dan teman-teman Saya agar bisa tidur di dalam tenda? dengan ruang yang sempit tapi orang yang ada di dalam tenda melebihi kapasitas, kami berusaha sebaik mungkin untuk mengatur posisi agar semuanya kebagian tempat, tapi pada kenyataannya sulit. Dengan ukuran 310 x 220 x 160 cm itu, dan setelah atur sana atur sini, maka kami gak menemukan posisi tidur yang benar-benar nyaman buat semua. yaialah.. akhirnya dengan posisi satu orang di tengan dan yang lainnya mengelilingi dengan posisi duduk sambil kepala bertumpu di pundak yang satunya lagi membuat ringkaran, barulah kami bisa tidur dengan terpaksa. 

Saya gak benar-benar bisa tidur dengan nyenyak dalam keadaan dan posisi seperti itu, hanya beberapa jam tapi menunggu subuh terasa lama banget. Setelah subuh datang dan Saya merasa senang, Saya keluar tenda dan melihat posisi tenda Kami yang tadi malam di terjang air karena kebodohan kami sendiri mendirikan tenda di tempat yang tidak benar. Kondisi tenda yang roboh itu benar-benar kacau, gak ada yang bisa di selamatkan, semuanya basah, termasuk keril. Saya coba bongkar dan merapikan semuanya sambil menahan dingin.


Berharap matahari pagi itu muncul dengan terang dan terik, kenyataannya cuma ada kabut tebal sepanjang pagi. Boro-boro atuh bisa jemur keril dan barang lainnya yang basah, melihat keindahan Gunung Prau aja gak bisa karena di tutup kabut. nasib.....

Sekitar jam 8 pagi setelah melakukan perdebatan yang panjang dan musyawarah ketat lantaran bingung mau turun lewat jalur Patak Banteng seperti naik kemarin atau turun lewat jalur yang berbeda, yaitu jalur Dieng. Saya termasuk orang yang menyuarakan dengan keras kalo baiknya kami turun lewat jalur Dieng aja, feeling aja cuacanya akan bagus dan akan melihat keindahan lain. Setelah Saya yakini, akhirnya semua sepakat turun lewat dieng.
Awal-awal melangkahkan kaki untuk turun kami sempat melihat pemandangan Gunung Prau yang tadinya tertutup kabut berubah menjadi cerah, tapi cuma sebentar, setelahnya kabut datang dan pergi sesuka hati. Setiap kabut ilang di situlah kami harus cepat-cepat mengambil momen untuk foto sebelum kabutnya nutupin keindahan lagi. rempong dan berebut.

Trek ajlur pendakian lewat Dieng emang jauh lebih datar dan nyantai, yang bikin berat adalah tas keril yang basah beserta isinya. Jadi Saya pribadi lumayan menanggung beban keril yang berat itu.

Selama perjalanan turun itu ada kejadian yang cukup menegangkan tapi juga bikin ngakak terbahak-bahak. Kalau gak salah kejadiannya setelah tiang pemacar di jalur Dieng. Tiba-tiba kepala teman Saya namanya Prapti di singgahi tawon yang masuk kedalam rambutnya Prapti. Dia panik, lalu teman Saya satu lagi namanya Ibnu langsung nolongin Prapti dengan cara mengambil tawon yang ada di rambutnya Prapti, eh tangannya Ibnu di sengat. ha ha ha. Saya ketawa ngakak ngeliat adegan itu, ngeliat ekspresinya Prapti dan Ibnu. "Ini tawonnya nyengat kepal gue" teriak Prapti. Untunglah teman Saya yang satu lagi punya ide buat ngambil tawon dari rambutnya Prapti tapi menggunakan sarung tangan tebal. Alhamdulillah tawonnya ketangkep dan terpaksa di matiin karena khawatir membahayakan lagi.


Tawa bahagia, kesel dan sedih mewarnai pendakian Saya kali ini. Banyak pelajaran yang Saya dapat sebagai pendaki baru waktu itu. Gak cuma pelajaran untuk memilih tenda yang tepat dan kualitas bagus, tapi juga pelajaran untuk selalu meletakkan pakaian atau barang dengan plastik atau trashbag ketika dimasukan kedalam keril, hal kecil tapi sering di abaikan. selain itu, Saya juga jadi sadar kalo membuat saluran air itu juga penting ketika mendirikan tenda. Dan lagi harus mendirikan tenda di lahan yang tepat.

Selesai pendakian dan jalan-jalan santai di Dieng, Saya pulang dengan pakaian yang tidak benar-benar kering. Pulang ke Karawang dengan ketidaknyamanan karena makin lama bau pakaian basah yang gak sedap muncul dan mengganggu. hihihihi


Manfaatkan Libur Sehari Kamu Untuk Jelajah 3 Pulau Bersejarah Ini!

Bersantai di putihnya pasir Pulau Kelor
Naik perahu atau kapal lalu myebrang agar sampai ke sebuah pulau yang cantik dan indah, lalu melihat dan menikmati keindahan pulau yang di tuju, lalu main air atau snorkling melihat keindahan bawah laut di dekat pulau, itu sudah biasa! Ada hal lain yang bisa dilakukan ketika kita mengunjungi sebuah pulau-pulau kecil dan terpencil, yaitu belajar serta melihat sejarah yang di tinggalkan di sebuah pulau.

Jika kamu punya waktu sehari untuk berlibur tapi kamu merasa bingung waktu sehari itu bisa di gunakan untuk liburan kemana? Eits santai aja, jangan galau, jangan baper, walau cuma sehari, itu sangat amat cukup kok buat liburan. Kamu kunjungi aja tiga pulau yang penuh sejarah di kepulauan seribu yang ada di Jakarta. Pulau apa aja? Bagaimana cara berkunjung ke sana? dan ada apa aja di sana?

Sisa reruntuhan rumah sakit di Pulau Cipir
Ketiga Pulau tersebut adalah Pulau Kelor, Pulau Onrust dan Pulau Cipir. Secara administratif ketiganya berada di kawasan Kepulauan Seribu Selatan. Secara garis besar pulau-pulau ini saling berkaitan satu sama lain dan masuk kedalam Taman Arkeologi Pulau Onrust yang meliputi empat pulau yang saling berdektan, yaitu Pulau Cipir, Pulau Kelor, Pulau Bidadari dan Pulau Onrust itu sendiri. Oleh pemerintah DKI Jakarta pada tahun 72, kawasan ini telah ditetapkan sebagai suaka sejarah karena banyak memiliki bukti-bukti arkeologis dari awal abad ke-17 sampai pertengahan abad ke-20. Dari keempat pulau itu, kita cukup mengunjungi 3 pulaunya aja.

Benteng Martello
Tahun 1610, Pulau Onrust dijadikan galangan perbaikan kapal dan tempat penyimpanan sementara komoditi rempah-rempah yang akan dikirim ke Eropa oleh VOC. Lalu tahun 1619 oleh VOC Pulau Onrust ini dikembangkan sebagai zona pertahanan. Berlanjut ke tahunn1823 sampai 1883 digunakan sebagai armada laut. tahun 1911 sampai 1933 sebagai karantina haji. tahun 1933 sampai 1949 sebagai tawanan politik dan kriminal. melihat dari sejarah panjangnya Pulau ini kita bisa membayangkan bagaimana dulu keadaan pulau-pulau ini.

Meski fasilitas sudah lengkap, ada kamar mandi, mushola, dermaga, dan warung-warung makanan, pengelola Taman Arkeologi Pulau Onrust ingin terus memperbaiki sarana rekreasi dan menambah fasilitas umum termasuk membangun fasilitas akomodasi bagi wisatawan yung akan menginap. Ih..Serem juga euy kalo nginap di pulau yang penuh sejarah seperti ini. Saya juga sempat bertanya sama penjaga loket, katanya di Pulau ini juga bisa dijadikan tempat camping dan bayar seikhlasnya, katanya.

Sisa reruntuhan barak di Pulau Onrust
Ketika Pulau Onrust dan Pulau Cipir dijadikan  tempat karantina penyakit menular, utamanya untuk peziarah haji, berbagai fasilitas pendukungpun di bangun, seperti MCK, dapur umum, rumah sakit, barak tempat tinggal sementara, dan dibangun juga perumahan untuk para pegawai, para medis dan dokter. bekas rumah dokternya masih ada dan bisa kita lihat di pulau onrust.

Tahun 1911 jumlah barak yang ada sekitar 35 barak dan 1 barak berisi 100 orang jamaah haji. tahun 1933 kegiatan karantina haji dipindahkan ke tanjung priok. melihat tingginya yang 1.5 meter dengan atas seng yang dikelilingi kawat berduri, sepertinya barak itu sangat tidak layak untuk di huni. Bisa kita bayangkan juga dong gimana perjuangan nenek moyang kita saat ingin berhaji dulu.

Paris putih di Pulau Kelor
Di Pulau Onrust juga terdapat penjara yang kejam. Bayangkan jika melalui ruangan terbuka para tawanan di tembak begitu saja tanpa peringatan. membuat ribut atau tertawa keras-keras, sebuah granat tangan dilempar ke dalam barak. Saya benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana kondisinya dulu, tidak tega. tapi dengan kita mengunjungi Pulau Onrust, Pulau Cipir dan Pulau Kelor kita jadi bisa sedikit membayangkan kondisinya karena di pulau-pulau itu masih bisa kita lihat reruntuhan bangunannya juga. Semoga dengan itu kita lebih bisa menghargai sejarah dan bisa lebih bersyukur karena hidup di jaman yang sudah merdeka ini.

Rumah dokter di Pulau Onrust
Selain sisa-sisa bangunan itu semua, ada satu bangunan lagi yang paling kece. Benteng Martello di Pulau Kelor yang bisa dijadikan tempat selfie super kece. Malahan banyak juga yang preweed di sini.

Benteng Martello - berbentuk lingkaran dengan ketinggian 9 meter diatas permukaan laut. Dibangun tahun 1850 sebagai bagian dari sistem pertahanan laut kota batavia antara tahun 1840 sampai 1880. Bangunan ini masih berdiri kokoh meskipun sudah tidak utuh.

Pulau Onrust yang masih hijau
Untuk bisa sampai ke tiga pulau ini paling mudah dengan mengikuti Open Trip dimulai dari harga 75ribuan Meeting Point di dermaga Kamal sampai harga ratusan ribu. Tergantung paket apa yang kamu pilih. Saya lebih memilih ikut rombongan Backpacker dari Komunitas Backpacker Karawang dengan harga terjangkau bahkan bisa dibilang murah meriah. Selain ikut Open Trip, kamu juga bisa ngumpulin temen-temen yang mau liburan bareng lalu patungan untuk sewa kapal.

Tiket masuk - Untuk harga tiket masuk disetiap pulau Rp. 5000/orang di setiap pulau. Fasilitas tiap pulau cukup lengkap kok. Udah ada toilet, muhsola dan warung.

Selain bisa belajar sejarah dan melihat peninggalan jaman baheula, pemandangan diketiga pulau juga keren kok. Gak rugi deh. Khususnya buat kamu yang cuma punya waktu libur sehari, datang deh kesini.

Makam Belanda di Pulau Onrust
Tips - Biasanya rute kunjungan wisatawan lebih dulu kepulau kelor, pulau onrust baru pulau cipir. Saran Saya, cobain rute yang beda dari wisatawan lain, yaitu yang pertama Pulau Cipir, Pulau Kelor baru Pulau Onrust. Ini memungkinkan kamu untuk terhindar dari ramainya pulau dengan wisatawan. Jadi, kamu bisa puas foto-foto dan terhindar dari keributan.

Klasik
Sekian tulisan Saya kali ini. Selamat berlibur, Sobat!

Sejiwa Coffee - Tempat Nongkrong Kekinian di Bandung


Sudah gak asing lagi kalo Bandung ketika weekend selalu ramai diserbu sama masyarakat Ibu Kota ataupun dari kota disekitar Bandung seperti Karawang, Bekasi dll. Kalo kamu ke Bandung saat weekend atau bahkan libur panjang, sudah pasti akan macet di mana-mana. Kaya Saya nih yang kebetulan lagi ke Bandung dan kena macet di beberapa titik.

Sejiwa Coffee
Selain karena udaranya yang sejuk, tempat wisata yang menarik serta landscape yang indah, kulinernya yang maknyos yang bertebaran di mana, Bandung sekarang juga dipenuhi dengan cafe-cafe menarik, mungkin itu juga jadi salah satu sebab musabab ramainya Bandung. Gak jarang banyak yang datang ke Bandung sekedar nongkrong-nongkrong di cafe yang ada di Bandung.

Sejiwa Coffee yang berada di jalan Progo Nomor 15 - Bandung, hadir di antara deretan cafe-cafe yang ada di Bandung sekarang. Kalo konsep cafenya sendiri Saya gak begitu paham sih, cuma kayanya ala-ala laboratorium gituh, soalnya bisa di liat pelayannya pake jas putih ala-ala petugas lab, terus Saya sempet pesan kopi dan wadah kopinya berbentuk tabung cairan lab gitu. Kreatif. Cuma kalo dari segi interior desain sepertinya berkonsep modern klasik gituh ya dengan nuansa putih dan temboknya terbuat dari kaca. Sejiwa Coffee jadi keliatan bersih.

Deretan Cake yang bikin ngiler
Jangan ngomongin menu makanan deh kalo ke Sejiwa Coffee mah, soalnya menu makananya beragam banget. Dari cemilan manja, cemilan yang lumayan berat sampe makanan berat ada di sini. Menu minuman utamanya tentu Saja kopi, tapi ada juga menu lain seperti teh dan jus. Untuk Kopinya ada kopi khas Indonesia mapun kopi dari luar negeri ada di sini. Saya memesan Sejiwa House Bland Import Beans tapi sayangnya sore itu kopi yang Saya mau sudah sold out. Akhirnya Saya pesan yang Local Beans dari Flores, Saya juga pesan Granny Apple Pie with Vanilla Ice Cream sebagai cemilan menemani sore hari di Bandung yang belum terasa dingin waktu itu.

Granny Apple Pie With Vanilla Ice Cream
Rupiah yang dikeluarkan untuk segelas Local Beans sebesar RP. 29.000 dan sepiring Granny Apple Pie with Vanilla sebesar Rp. 30.000. Harga di Sejiwa Coffee ini rata-rata untuk minumannya 20 ribuan sampai 50 ribuan, sedangkan untuk makanannya rata-rata 20 ribu sampai 69 ribuan . Harga segitu buat Saya cukup dengan apa yang di sajikan. Apalagi Apple Pie nya tuh uenaaaaaaaaaaak banget. Saya ketagihan deh sama rasa Apple dan creamnya yang maknyos banget.



Setelah masuk ke lobi Sejiwa Coffee kita langsung di sambut dengan meja counter yang sudah terpajang roti dan cake yang keliatannya enak banget. di meja counter itu juga ada alat-alat pembuat kopi yang sejujurnya Saya gak ngerti fungsinya. he he he


Betewe, kenapa namanya Sejiwa? Katanya sih supaya pelanggan bisa merasakan atau lebih tepatnya satu jiwa dengan rasa kopi dan menu lain yang di sediakan di sana. di Sejiwa Coffee kita bisa liat langsung cara pembuatan kopinya. jadi, kamu bisa kepoin deh cara-cara membuat kopi yang jadi selera kamu.

Nongkrong di sana bikin betah. Suasananya asyik dan nyaman. Saya aja sampe gak mau pulang loh, tapi sayangnya gak bisa berlama-lama karena harus segera pulang ke Karawang.

Semoga next time bisa kembali lagi ke Cafe Sejiwa Coffee...


Nyariin si Dilan ketemunya Pidi Baiq

Ayah Pidi Baiq
"Ka Widi mau ikut gak ke Bandung? Ada acara Bedah Novel Dilan" Saya mengirim pesan singkat Whatsapp ke Ka Widi dan setelah dia jawab sekaligus nanya-nanya acara apa itu, akhirnya dia mengiyakan juga buat ikut. "Tapi kita berdua aja nih, Kang Oni?" - "Tenang, Saya racunin yang lain juga buat ikut". Karena mungkin ajakannya dadakan jadi banyak yang udah punya acara masing-masing, tapi untunglah Teh Yuni mau ikutan juga. Saya langsung daftarin nama mereka dan langsung transfer uang pendaftarannya ke panitia acara Bedah Novel Dilan ini yaitu PersLima para Mahasiswa dari UPI Bandung kampus Cibiru.

Otewe Bandung dari Karawang
Teh Yuni dan Ka Widi, mereka berdua belum pernah baca Novel Dilan karya Pidi Baiq itu, tapi sepengakuan mereka, Pidi Baiq gak asing di dengar dan katanya review novel Dilan yang mereka dapet komentarnya banyak yang bilang bagus. Saya setuju banget. Mangkanya Saya gak ragu ngajak mereka buat ketemu langsung sama penulis Novel Dilan, yaitu Pidi Baiq. Tujuan Saya ngajak mereka gak lain dan gak bukan adalah untuk menularkan virus Dilan. He he.. Kebetulan juga Ka Widi dan Teh Yuni adalah dua orang teman Saya yang suka baca diantara banyak teman Saya diluar sana.

Jam 05.40 kami jalan dari Karawang. Ka Widi yang bawa mobil dan Ka Widi juga yang nyetir. He he  selama perjalanan Saya ceritain sedikit isi novel Dilan, mereka penasaran isinya dan gak sabar buat nyari si Dilan di dalam Novel.

Meskipun Novel Dilan adalah kisah nyata tapi sampai sekarang belum ditunjukkan siapa Dilan yang sesungguhnya, seperti apa kehidupannya sekarang, dan bagaimana penampakan Dilan sesungguhnya? Belum ada yang bisa memastikan, tapi ada satu sosok yang bisa di temuin sekarang yaitu penulisnya, Pidi Baiq!

"Ayah" biasa dia di panggil, pada hari itu di Sabtu pagi yang sebenarnya Saya masih ngantuk, Ayah datang telat. Sehingga pas dia datang sudah gak pagi lagi dan sudah gak ngantuk juga. Saya yang sejak lama ingin sekali ketemu langsung akhirnya terwujud juga di hari itu.

Ketika moderator memanggil, Ayah Pidi langsung masuk ke ruangan aula UPI kampus Cibiru dan naik ke atas panggung. Suasana jadi cair setelah tadi rasanya membosankan banget karena panitia gak menyiapkan acara ketika Ayah datang telat. Di atas panggung Ayah langsung buka dengan pernyataan "Siapa yang mau nanya silahkan. Aku gak mau ngomongin apa yang kalian gak mau denger. Jadi silahkan bertanya" kata Ayah. Beberapa peserta Bedah Novel Dilan langsung mengacungkan tangan yang artinya itu mereka mau bertanya. Pertanyaannya standar sih tapi jawaban Ayah yang gak standar.

Sebagai contoh pertanyaan "Ayah, Dilan itu siapa sih?" lalu Ayah jawabnya "Dilan itu Hamba Allah" ha ha ha Saya ngakak."Di Novel Dilan Aku gak ngomongin Dilan aja, Aku bicara banyak tentang sejarah, story, bagaimana cara menjadi Ibu, tentang remaja, filsafat dan lain-lain"

Contoh pertanyaan lain "Gimana cara merangkai kata yang bagus dan enak di baca" seorang perempuan berhijab bertanya, dan Ayah menjawab "Nulis aja. Jangan baper sama komentar bahkan cacian orang lain. Terus Saja berkarya. Merangkai kata-kata harus dibiasakan, gak bisa instan. Aku harus berterimakasih sama orang tua Aku karena telah menjadikan ruang tamu di rumah sebagai perpustakaan. Karena itu Aku suka baca dan jadi tertarik sama kata-kata. Intinya, terus saja menulis dan berkarya. Jangan ingin lebih baik dari orang lain, tapi jadilah lebih baik dari diri kamu yang kemarin. Barang siapa jika ingin di puji maka kau akan mati oleh caci maki. Jadi santai saja." kata Ayah Pidi Baiq yang aslinya dia ngomongnya lebih panjang lebar dari apa yang Saya tulis di blog ini.

Teh Yuni, Mba Widi, Pidi Baiq & Saya
Ada juga pertanyaan dari salah satu peserta, pertanyaannya "Ayah, kenapa judul novelnya DILAN bukan Adi atau Meri?" lalu Ayah menjawab "Karena boleh". Terkadang jawaban Ayah nyeleneh dan aneh, tapi itulah dia. Bukan bermaksud beda dengan yang lain tapi karena ingin jadi diri sendiri seperti yang dia mau. Menarik!

Setelah melakukan talkshow Ayah sempet nyanyi 4 lagu. Di antara 4 lagu itu ada satu lagu yang bikin baper judulnya "Ibu". Dibawakan oleh Ayah dengan penuh penghayatan. Dan Saya mendengarkannya dengan khusyu, sambil membayangkan Ibu Saya.

Saya memperhatikan selama Ayah berbicara di atas panggung hampir semua dari peserta tertawa lepas, termasuk teman Saya Ka Widi dan Teh Yuni. Mereka berdua berkomentar "Saya ngefans deh sama Ayah. Bodor banget." gak cuma itu sih, tapi mereka juga bercerita kalo pribadi Ayah yang sederhana dan rendah hati jadi poin besar juga kenapa banyak yang menyukai sosok Pidi Baiq.

Saya bersama Pidi Baiq
Setelah itu semua, satu sesi yang paling suka dari acara kemarin adalah sesi foto. Pidi Baiq ternyata ramah sekali. Saya sempat nanya kapan film Dilan release, "Secepatnya. Ya, secepatnya." jawab Ayah dengan semangat. Terus Ayah juga sempet nanya apa pekerjaan Saya, langsung Saya jawab dengan tidak serius "Pelayan di restoran Pizza." Kata Saya dan Ayah meresponnya dengan bengong.

Sukses terus buat Ayah Pidi Baiq. Semoga juga filmnya nanti susuai harapan.

Dan hari itu, Bandung jadi indah, keren dan bersejarah karena akhirnya Saya bertemu dan ngobrol langsung sama penulis idola Saya.

Mt. Lembu (792 MDPL) - Spot terbaik melihat sunrise di Purwakarta

Keindahan nyata yang paripurna
Ini kali kedua Saya melakukan pendakian ke puncak Gunung Lembu di Purwakarta. Tapi ada yang beda di pendakian kali ini, Saya akan coba merasakan asyiknya camping di sana. Ala ala camping Ceria gitu lah.

Gunung lembu memiliki ketinggian 792 mdpl, relatif kecil untuk di sebut gunung. Tapi jika kita lihat pengertian gunung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Gunung adalah "Bukit yang sangat tinggi (biasanya tingginya lebih dari 600meter)." So, kita semua harus sepakat kalau Lembu memang layak di sebut Gunung. Trekkingnya juga lumayan panjang loh. Cukup ekstrim juga di bebera jalur.

Menurut Saya, Gunung Lembu jadi salah satu tempat terbaik untuk melihat matahari terbit (sunrise) di Purwakarta, dan jadi salah satu tempat terbaik juga untuk melihat Bendungan Jatiluhur dari ketinggian.

Di kesempatan kali ini, Saya bersama Rizki, Abdul dan Rayen, mereka semua adalah teman-teman Saya dari Komunitas Backpacker Karawang. Dari Karawang kami naik motor menuju Basecamp Gunung Lembu di Kampung Panunggal, RT.006, RW.003, Desa Panyindang, Kecamatan Sukatani, Purwakarta.

Setibanya di basecamp pendakian jam 7 malam, Saya dan teman-teman prepare dan sholat Isya. Di sana Saya ketemu dengan Iqbal dan Evin yang baru turun dari Gunung Lembu juga sehabis mengejar Sunset, gak tau deh dapet atau gak view sunsetnya. Kami semua ngobrol ngalor ngidul. Sekitar jam setengah 9 malam Saya, Rizki, Abdul dan Rayen mulai melakukan pendakian setelah registrasi Rp. 15.000/orang.

Kerbau di jalur pendakian
Karena pendakian kedua dan juga rencana awal akan mendirikan tenda di pos 1, jadi Saya dan teman-teman mendaki santai sambil dengerin musik Banda Neira dan Efek Rumah Kaca yang easy listening banget, Saya selalu suka dengan tipe musik-musik seperti ini, termasuk Payung Teduh dan musik indie lainnya. Oh iya, Kami sempat berhenti di area camping ground, di sana ada warung dan ada beberapa tenda yang sudah berdiri. Mengatur nafas sebentar lalu melanjutkan pendakian ke Pos 1 dengan trekking yang lebih santai di banding dari Pos Pendaftaran ke Camping Ground yang jalurnya bebatuan menanjak.

Di Pos 1 Saya tidak melihat ada pendaki lain dan tidak melihat ada tenda yang berdiri. Di sana cuma ada beberapa warung tapi hanya 1 warung yang buka. Sebelum mendirikan tenda, Saya dan teman-teman pesan mie instan yang setelah siap di makan, gak butuh waktu banyak untuk habis. Saking lapernya kali ya, jadi sekali lahap. Setelah perut sudah kenyang, kami langsung mendirikan tenda di bawah rumah pohon ala ala. Kami juga sempet naik ke atas rumah pohon dan ngobrol santai di sana, ditemani semilir angin dengan pemandangan city light dan Gunung Parang yang menjulang gagah.

Basecamp, Pos 1, Saung, Warung, & Puncak
Namanya juga camping ceria, jadi santai-santai aja. Jam setengah 11an kami semua masuk tenda. Beberapa memilih langsung tidur, kalo Saya milih main game offline di HP. Walaupun ada sinyal, Saya lebih memilih menonaktifkannya. Jam setengah 12 malam Saya sudah mulai mengantuk, sambil masang earphone dan memutar musik, Saya mulai memejamkan mata agar segera tidur, tapi sayup-sayup dari luar Saya mendengar seperti ada orang yang sedang berbicara dan kedengeran ngos-ngosan, tepat di samping tenda Saya. Di saat yang sama ada suara anjing liar terus-terusan menggonggong meski terdengar dari kejauhan.

Drama di mulai nih. "Ada apa Bang?" tanya Saya dari dalam tenda sambil bangunin teman-teman lain. "Siapapun yg di dalem tenda, cepetan keluar." dari luar dia berbicara ke tenda Kami, gak tau siapa., dari suaranya jelas Saya gak kenal, "mau mati nih gue, mau mati" dia melanjutkan. Saya sedikit deg-degan, Saya berpikir orang yang di luar tenda sedang berdarah-darah karena habis di gigit anjing dan kondisinya kritis. Spontan Saya meminta Abdul buat buka tenda, dengan sigap Abdul keluar, Rayen juga dan setelah itu Saya. Kamu tau dengan apa yang Kami lihat? Apa yang terjadi saudara-saudara? Apakah si pendaki itu berdarah-darah? Jelas jawabannya TIDAK! Dia terlihat sehat-sehat aja, cuma emang kelihatan kelelahan sih. Setelah ngobrol, akhirnya Saya tau kalo dia lagi mencari teman-temannya yang sudah mendaki duluan, katanya dia nyusul karena habis pulang kerja jadi gak bisa mendaki bareng. Katanya lagi, teman-temannya itu Newbie semua jadi dia khawatir sama teman-temannya, dan dia pikir tenda yang dia datangin itu tenda temannya tapi ternyata tenda Saya. Mau nelpon teman-temannya tapi HP nya lowbet. Kami pinjemin powerbank, akhirnya dia hubungi teman-temannya yang ternyata sudah sampai dan mendirikan tenda di Pos 3. Hadeeeeeuh.. Drama banget sih, Mas!!! Rayen udah siap pisau tuh, kalo-kalo pas tenda kami di buka kami malah di todong sama maling. Ha ha ha Rayen parno!

Jam 3 pagi Saya terbangun, sesuai rencana, jam segini kami akan mulai beres-beres tenda dan melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Lembu. Setelah menitipkan tenda di warung, sekitar jam 4 pagi kurang kami lanjut jalan untuk sampai ke puncak. Dengan trek yang terus menanjak sampai ke pos 2, istirahat sebentar dan lanjut ke Pos 3 dengan trek yang paling ekstrim di jalur pendakian Gunung Lembu ini dengan kiri kanan langsung jurang. Dengan hati-hati sampailah di Pos 3 yang artinya sebentar lagi sampai Puncak.

Ngeteh dulu biar unch
Puncak Gunung Lembu hanya sebuah tanah lapang dengan pohon-pohon yang rimbun, cukup untuk 10 tenda. Kalo mau ke Puncak Batu tempat terbaik melihat matahari terbit yang Saya bilang, kita harus jalan lagi menuruni jalur yang sudah di sediakan berikut dengan tali-tali buat kita berpegangan. Disediakan tali ini selain karena treknya cukup curam, juga untuk membantu saat hujan karena trek tanahnya akan sangat licin.

Kurang lebih 5 menit jalan kaki akan bertemu warung, di sana puncak batu berada. Spot terbaik untuk melihat matahari terbit dan jadi salah satu spot terbaik juga untuk melihat bendungan jatiluhur dari ketinggian selain kita bisa melihatnya dari Puncak Gunung Bongkok dan Puncak Gunung Parang.

Di sana, di puncak Batu, Saya bersama Rizki, Abdul dan Rayen melakukan sholat subuh, setelah itu kami benar-benar menghabiskan waktu dan menikmati keindahan matahari terbit. Ini benar-benar tempat terbaik untuk melihat matahari terbit. Saya bersyukur sekali cuaca hari itu cerah, sehingga kami semua yang sedang berada di sana merasa senang akan itu.

Alhamdulillah...

Jam 05.20 pagi 
Jam 06.00 pagi
Jam 06.15 pagi
Melihat Sunrise di Puncak Batu Gunung Lembu bisa kita lakukan dengan 2 cara. Pertama : Bermalam atau Camping di area Camp yang sudah di sediakan. Kedua : Mulai pendakian jam 3 pagi dari Basecamp pendakian Gunung Lembu.

Untuk mendapatkan atau melihat sesuatu yang indah terkadang memang harus bersusah payah dulu termasuk melihat sunrise di Gunung Lembu. Tapi percayalah, jika cuaca cerah dan kamu melihat secara langsung matahari terbit dari puncak batu Gunung Lembu, semua akan terbayar lunas dan kamu akan kecanduan akan keindahannya.

View lain dari Puncak Batu Gunung Lembu
“Oh, there’s a river that winds on forever
I’m gonna see where it leads
Oh, there’s a mountain that no man has mounted
I’m gonna stand on the peak” ~ Lord Huron : Ends of the earth