SUKU BADUY & AMANAHNYA


Paket lengkap : Sebuah perjalanan, pertemanan, liburan & pengalaman bercampur menjadi satu dan Saya menyebutnya dengan "K e b e r u n t u n g a n". Beruntung karena sebuah takdir akhirnya Saya bisa melakukan perjalanan ke suku baduy luar & dalam dengan segala rintangannya. Singkat tapi besar maknanya.


Saya benar-benar tidak bisa berkata banyak setelah melihat langsung kehidupan mereka di dalam hutan sana. Berbagai hal yang selama ini kita lupakan dan tinggalkan tetapi justru masyarakat baduy masih melakukan hal demikian dan mempertahankannya hingga sekarang. Contoh kecil saja tentang gotong royong, warga baduy mencontohkan itu dengan baik, membangun rumah secara bersama bahu membahu, membuat jembatan dan beberapa fasilitas lainnya. Juga tentang memanfaatkan & menjaga lingkungan alam, warga baduy mempraktekan itu dengan terus menerus hingga saat ini. Mereka bertahan untuk tidak menggunakan deterjen, sabun mandi, pasta gigi atau bahkan toilet. Apa yang ada di alam ini, itulah yang mereka gunakan. Tidak semata-mata karena kebutuhan lalu merusak alam dan mencemarinya.

Tapi bagaimana dengan keberagaman & toleransi? Apakah mereka mengenal itu?

Sejak usia anak-anak mereka sudah di pilihkan jodohnya oleh orang tuanya, termasuk soal agama yang hanya ada satu, juga tata cara berpakaiannya yang sudah di atur, dan masih banyak lagi.

Sekilas hidup seperti itu memang tentram, aman dan damai. .

Tapi sebenarnya apa yang membuat warga badui mempertahankan adat & kebiasaannya selama berabad-abad lamanya & tidak tergiur dengan dunia modern?

Apakah itu semua karena mereka mempertahankan sebuah AMANAH dari leluhur?




Minggu pagi, Pak Wadi, seorang warga suku Baduy Dalam, menyempatkan dirinya untuk berdiskusi dan mempersilahkan Saya juga teman-teman untuk bertanya apa saja yang berkaitan dengan Suku Baduy.

Setelah Saya mendatangi langsung ke kampung-kampung yang ada di Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam, Saya melihat bahwa mereka sangat pemalu sekali, termasuk Pak Wadi ini. Jika pertanyaan kita bisa & pantas mereka jawab, mereka akan jawab, tapi jika tidak bisa menjawabnya atau memang tidak pantas untuk di jawab, maka mereka hanya senyum-senyum sambil menundukan kepalanya.

Warga Baduy dilarang untuk mengendarai kendaraan bermotor, dilarang menggunakan elektronik, tidak boleh menggunakan alas kaki. tidak boleh menggunakan teknologi, tidak boleh sekolah formal, bahkan mereka tidak diperbolehkan untuk menggunakan sabun, pasta gigi, deterjen, dan bahan kimia lainnya. Apa yang Saya sebutkan sebenarnya baru beberapa poin saja,

Anak-anak di suku Baduy tidak menjalani sekolah formal seperti pada umumnya, lalu jika di tanya apakah mereka bisa membaca atau tidak, jawabannya ada yang bisa ada yang tidak bisa, tergantung. Karena mereka belajar dari alam dan belajar dari pelajaran yang turun menurun dari orang tua masing-masing.


Jika kita berkunjung ke desa baduy, maka kita akan menemukan rumah-rumah yang semuanya hampir sama, kita tidak bisa membedakan strata sosial yang kaya & miskin.


Saya beruntung dan bersyukur bisa menginap di rumah warga baduy dalam walaupun hanya satu malam. Rumah yang terbuat dari kayu, bambu, ijuk, & daun pohon aren itu meski sederhana tapi terasa sangat nyaman. Semua rumah hanya di perbolehkan menghadap utara atau selatan. Tidak ada aliran listrik, hanya obor atau api dari dapur yang jadi penerang.

Warga baduy itu cantik-cantik & tampan-tampan, tidak semuanya, tapi wajah nya khas sekali.



Sejak kecil biasanya warga baduy sudah di jodohkan oleh orang tuanya. Dan akan di nikahkan ketika minimal umur 20 tahun bagi laki-laki dan minimal umur 15 tahun bagi perempuan. Yang menikahkan itu Pu'un (kepala suku/presiden). Prosesnya panjang, bahkan ada yg sampai satu tahun. 
Setelah menikah, warga baduy tidak boleh bercerai. Warga baduy dalam tidak boleh pacaran, mereka hanya di jodohkan. Jika melanggar maka akan terkena sangsi, yaitu dikeluarkan dari baduy dalam.



Dan bagi warga baduy dalam yang hendak menikah dengan orang baduy luar maka secara otomatis dia akan menjadi warga baduy luar dan keluar dari baduy dalam.



Kesederhanaan dari penduduk Suku Baduy ini bukan hanya dari pola kehidupannya saja, tetapi cita-cita dari mereka ini dapat dikatakan sangat sederhana sekali, cukup bercita-cita agar bisa membantu kedua orang tuanya berladang, itu saja.


Suku baduy selalu menjaga dan mempertahankan nilai-nilai kebudayaan adat dari peninggalan leluhurnya. Suku baduy juga sangat mandiri tanpa melibatkan sedikitpun sentuhan-sentuhan teknologi dalam kesehariannya.

Lalu kenapa ada Baduy Luar & Baduy Dalam? Apa perbedaannya?

Saya menyimpulkan dari pengalaman Saya kemarin, inti dari perbedaan Baduy Dalam & Baduy Luar adalah dari hal memegang teguh adat istiadat.
Baduy Dalam masih memegang teguh secara utuh adat istiadat dan aturan-aturan dari nenek moyang, sedangkan Baduy Luar sudah sedikit terpengaruh dari budaya luar baduy.

Ketika kita mau masuk ke Baduy Dalam, kita pasti akan melewati banyak perkampungan di Baduy Luar, sehingga ada beberapa contoh yang Saya saksikan secara langsung perbedaan mereka, misalnya dalam hal berpakaian ; Saya temui warga baduy luar ada yang menggunakan kaos seperti masyarakat kota, banyak yang menggunakan perhiasan emas, dan saat membuat rumah warga baduy luar sudah menggunakan alat bantu seperti gergaji dan sebagainya.

Dalam berpakaian warga Baduy Dalam masih sangat memegang teguh warisan leluhur, hanya menggunakan pakaian Putih atau Hitam.

Mereka punya alasan-alasan tersendiri untuk mengasingkan dirinya dari dunia luar, mereka berusaha untuk menjaga dan mempertahankan adat kebudayaan yang memang telah di turunkan oleh leluhur terdahulu.

Tapi, itu bukan berarti mereka tidak bisa di temui. Datanglah, kunjungi masyarakat Baduy Luar & Dalam, tapi tetap harus menghormati mereka untuk tetap menjaga kebudayaan & adat mereka. .

Sepanjang perjalanan ke Baduy Dalam kita akan menemukan banyak pemandangan yang indah. Hutan, perbukitan, dan juga perkebunan.

Tapi sepanjang jalan Saya gak melihat makam satu pun.

Dimana ya mereka mengubur jenazahnya bila ada keluarga atau masyarakat yang wafat? Dan bagaimana cara menguburkannya? Apakah sama dengan cara Islam?


Saat mengobrol dengan Pak Wadi (warga Baduy Dalam) beliau sempat cerita "kalau ada yang meninggal ya di mandikan, di kafani terus di kubur". Tidak ada tahlilan. Setelah di kubur akan ada makan bersama warga yang di sediakan oleh keluarga yang di tinggalkan. Jumlah harinya tergantung dari kesanggupan keluarga, ada yang sehari, dua atau tiga hari.


Kita tidak bisa melihat kuburan atau bahkan area kuburan karena ketika di kubur, tanah kuburan tidak di buat gundukan, tapi dibuat rata seperti semula. Warga baduy juga tidak meletakkan papan nisan atau pertanda apapun. Kata Pak Wadi, jika mau berdoa untuk keluarga yang sudah meninggal itu dari rumah saja berdo'a nya.

Oh iya, bahkan setelah satu minggu penguburan, di atas kuburannya itu sudah boleh di jadikan ladang untuk di tanami apa saja, contoh nya padi. .

Dalam beragama, Warga Baduy menganut Sunda Wiwitan. Yaitu pemuja arwah nenek moyang. Saya gak mau menulis lebih banyak soal ini, secara Saya tidak begitu paham. 
Sekilas yang Saya tau inti dari kepercayaan ini adalah percaya mutlak pada apa yang di anut dalam kehidupan sehari-hari yang memang sudah di wariskan oleh nenek moyang.

Saat berkunjung kita di perbolehkan untuk sholat. Saat kemarin Saya menginap di rumah warga Baduy Dalam pun Saya dan teman-teman sholat 5 waktu di dalam rumah. Tidak ada mushola, apalagi masjid. 


Untuk suku Baduy sendiri, sebenarnya lebih menyukai menyebut diri mereka sebagai Urang Kanekes atau Orang Kanekes seperti nama desa yang mereka huni.


Nah, Sebutan Baduy itu sendiri katanya diberikan oleh penduduk luar kepada mereka yang berawal dari peneliti Belanda, karena Urang Kanekes disamakan dengan kelompok Arab Badawi dengan kehidupan nomaden.

Menurut Informasi yang Saya dapat juga, memang benar kalo suku Baduy ini hidupnya berpindah-pindah. Tidak menetap.

Saat di tanya mengenai asal usulnya, salah satu warga Baduy Dalam menyebutkan kalo mereka adalah keturunan dari Nabi Adam, dan mereka percaya memilik misi dan tugas untuk menjaga harmoni dunia ini.

Saya sempat penasaran, apakah ada orang luar baduy yang mau menetap sebagai warga baduy? Dan jawabannya ADA, tapi Baduy Luar bukan Baduy Dalam. Itupun perlu biaya besar untuk melaksanakan ritual-ritual penyambutannya.

Tapi kalo kata Pak Wadi "moal kuat, sebulan dua bulan bertahan, tapi lama kelamaan bosen hidup seperti kami"

Dari sana Saya bisa sedikit menyimpulkan bahwa di butuhkan tekad dan kemantapan hati yang tinggi untuk bisa hidup seperti Orang Baduy. Gak hanya mau menjalankan kebiasaannya yang alami, tapi juga harus merendahkan hati & tunduk pada peraturan nenek moyang.

Apakah kita dengan orang Baduy itu sama?

Jawabannya tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Pandangan tiap orang berbeda. Tapi setidaknya kesamaan kita dengan orang baduy adalah : Kita sama-sama di ciptakan Tuhan untuk mengabdi, menghamba dan berbuat kebaikan. 




0 Comments:

Posting Komentar