Merenung

Foto Pribadi :Paranggombong - Purwakarta
Jalan-jalan mungkin sudah mendarah daging di tubuh Saya dari sejak Saya kecil. Bersama keluarga dulu cukup sering jalan-jalan, Abang dan kakak-kakak Saya juga termasuk tipe orang yang senang berlibur, apalagi Ibu Saya, bisa di bilang beliau yang dulu paling sering jalan dan gak betah di rumah. 

Ketika lulus SD, Saya dikirim keluarga ke sebuah Pondok Pesantren di Bekasi, disana Saya bertemu dengan beragam anak seusia atau yang usianya di atas Saya, yang dengan jelas berbeda-beda kepribadian maupun sukunya, ada yang sunda, betawi, jawa, atau bahkan ada seorang guru yang di datangkan langsung dari Cairo - Mesir. Kegiatan di Pondok cukup banyak dan padat, termasuk jadwal Study Tour ke Museum Bosca di Bandung, Kebun Raya Bogor dan tempat lainnya. 

Dulu sih Saya kenalnya Piknik, bahkan sampai Saya SMA, istilah Piknik ini masih sangat sering Saya dengar dan Saya gunakan. Barulah setelah Saya kuliah, Saya di perkenalkan dengan istilah istilah seperti Traveler, Backpacker, Flashpacker dan bahkan Saya mulai dikenali dengan kegiatan Hiking.

Bagaimanapun gayanya, inti dari semuanya itu ya jalan-jalan, hanya berbeda di "cara" untuk menikmatinya saja. dan cara tersebut juga disesuaikan dengan kondisi budget, kesenangan dan waktu masing-masing. sifatnya personal.

Setelah mengenal istilah-istilah tersebut, Saya pribadi lebih cenderung bergaya Backpacking sih, jalan dengan low-budget dan lebih senang menggunakan tas punggung ketimbang koper. atau kadang juga Saya bergaya Flashpacker yang berada di antara Backpacker dan Traveler.

Menarik memang membicarakan hobi jalan-jalan ini, apalagi sekarang mah udah bukan lagi sebagai hobi tapi sudah jadi gaya hidup dan kebutuhan. Kayanya gak keren gituh kalo belum update tentang diri kita yang lagi jalan-jalan, Saya nggak bicara secara keseluruhan traveler ya, tapi segolongan orang merasa begitu, merasa dirinya lebih keren kalo update aktifitasnya yang sedang jalan-jalan ke media sosial.

Menurut Saya Liburan adalah sesuatu kegiatan yang positif kok, semoga kamu juga setuju ya dengan ini. Banyak penelitian dan peneliti psikolog yang menyatakan bahwa liburan membuat kita bahagia, membuat kita pandai mengolah emosi dan juga nggak mudah frustasi. Ada banyak manfaat dari liburan, contohnya menambah pengalaman, tambah teman, tambah ilmu, dan juga mampu membuat kita termotivasi pada banyak hal yang sudah kita lihat selama kita liburan.

Dalam agama Saya misalnya, Islam secara tidak langsung menyuruh kita untuk bertebaran di dunia ini. Rihlah atau traveling adalah bagian penting dari proses pembelajaran. Bahkan, perintah untuk melakukannya secara tegas tercantum dalam Al-Qur'an.

Di masa awal penyebaran Islam, bepergian adalah salah satu anasir yang menyebabkan Islam tersebar luas. Bahkan, jauh sebelum Saad bin Abi Waqqas pergi ke Cina, dan Imam Bukhari keliling dunia memverifikasi hadits, Rasulullah saw juga telah melakukan berbagai perjalanan jauh untuk berdagang. Kisah-kisah ini adalah bukti bahwa seorang Muslim sudah seharusnya memiliki wawasan global.

"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut: 20)

Masih banyak ayat Al-qur'an yang membicarakan dan memerintahkan kita untuk berjalan di muka bumi ini lalu mengambil banyak pelajaran dari tempat-tempat yang kita kunjungi. dan Saya rasa ayat-ayat tersebut bisa di jadikan landasan. 

Tapi, genks, sadar atau nggak, kegiatan traveling ini sering sekali di pandang remeh atau bahkan di pandang negatif sama masyarakat Indonesia, mungkin termasuk keluarga, teman atau rekan-rekan kerja kita. sering banget kan kita nggak dapet dukungan juga respon yang baik setiap kali mau liburan. Padahal itu kan hobi dan kesenangan, padahal dalam Islam sendiri memperbolehkan kok untuk traveling, padahal kita kan mendaki gunung sebagai bentuk tafakur alam, padahal kita traveling juga pake uang pribadi kok. 

Hhhhmm.. Saya setuju sama apa yang kamu pikirkan, setuju banget. Malah kadang sering jengkel ya kalo dapet nyinyiran "Jalan-jalan muluk, nikahnye kapan" atau "banyak duit ya jalan jalan terus" atau "gak inget mati apa, akhirat urusin jangan jalan mulu"

Gengs... jangan marah dulu, jangan kesel dulu. coba deh ambil pelajaran dari apa yang orang lain katakan tentang hobi kita ini, coba kita pikir lagi dan renungi. 

Mungkin Allah gerakkan lidah mereka sehingga berkata begitu, mungkin saja Allah mau ngingetin kita, mau negur kita, selama kita melakukan perjalanan traveling, ibadah kita udah bener belum nih? sholat kita udah bener belum? atau jangan-jangan selama kita traveling kita malah sering ninggalin sholat? Kalo jawabannya "IYA" berarti wajar kalo Allah menyindir kita, wajar kalo jalan-jalan kita cuma sekedar senang-senang dan menyaluri nafsu semata, wajar kegiatan kita gak berfaedah.


Foto Pribadi : Sungai Cigenter - Taman Nasional Ujung Kulon
Kita kadang nggak sadar, saking happy nya atau antusiasnya liburan jadi melupakan kewajiban-kewajiban kita yang sebenarnya, menafkahi orang tua misalnya, atau mendahulukan kepentingan keluarga terlebih dulu. 

Kita juga kadang nggak sadar kalo ternyata waktu kita lebih banyak di habiskan untuk traveling ketimbang keluarga, tetangga, atau sahabat. Jadi wajar kan terkadang keluarga atau orang di sekitar kita nggak mendukung kegiatan kita yang satu ini.

Sekarang cobalah untuk bisa mengatur waktu, mengatur keuangan, mengatur kegiatanmu dan mengatur untuk lebih banyak belajar ilmu agama untuk mendukung ibadah kita.

Kita harus ingat, di akhirat nanti Allah akan mempertanyakan gimana sholat dan amal ibadah kita yang lainnya, bukan bertanya "apakah kamu pernah ke puncak gunung semeru?" 

Punya hobi traveling itu boleh, yang tidak boleh itu kalo kita lupa sama Tuhan kita, lupa sama kewajiban kita, dan lupa sama tujuan hidup kita.

Sekian....



0 Comments:

Posting Komentar