Merenung

Foto Pribadi :Paranggombong - Purwakarta
Jalan-jalan mungkin sudah mendarah daging di tubuh Saya dari sejak Saya kecil. Bersama keluarga dulu cukup sering jalan-jalan, Abang dan kakak-kakak Saya juga termasuk tipe orang yang senang berlibur, apalagi Ibu Saya, bisa di bilang beliau yang dulu paling sering jalan dan gak betah di rumah. 

Ketika lulus SD, Saya dikirim keluarga ke sebuah Pondok Pesantren di Bekasi, disana Saya bertemu dengan beragam anak seusia atau yang usianya di atas Saya, yang dengan jelas berbeda-beda kepribadian maupun sukunya, ada yang sunda, betawi, jawa, atau bahkan ada seorang guru yang di datangkan langsung dari Cairo - Mesir. Kegiatan di Pondok cukup banyak dan padat, termasuk jadwal Study Tour ke Museum Bosca di Bandung, Kebun Raya Bogor dan tempat lainnya. 

Dulu sih Saya kenalnya Piknik, bahkan sampai Saya SMA, istilah Piknik ini masih sangat sering Saya dengar dan Saya gunakan. Barulah setelah Saya kuliah, Saya di perkenalkan dengan istilah istilah seperti Traveler, Backpacker, Flashpacker dan bahkan Saya mulai dikenali dengan kegiatan Hiking.

Bagaimanapun gayanya, inti dari semuanya itu ya jalan-jalan, hanya berbeda di "cara" untuk menikmatinya saja. dan cara tersebut juga disesuaikan dengan kondisi budget, kesenangan dan waktu masing-masing. sifatnya personal.

Setelah mengenal istilah-istilah tersebut, Saya pribadi lebih cenderung bergaya Backpacking sih, jalan dengan low-budget dan lebih senang menggunakan tas punggung ketimbang koper. atau kadang juga Saya bergaya Flashpacker yang berada di antara Backpacker dan Traveler.

Menarik memang membicarakan hobi jalan-jalan ini, apalagi sekarang mah udah bukan lagi sebagai hobi tapi sudah jadi gaya hidup dan kebutuhan. Kayanya gak keren gituh kalo belum update tentang diri kita yang lagi jalan-jalan, Saya nggak bicara secara keseluruhan traveler ya, tapi segolongan orang merasa begitu, merasa dirinya lebih keren kalo update aktifitasnya yang sedang jalan-jalan ke media sosial.

Menurut Saya Liburan adalah sesuatu kegiatan yang positif kok, semoga kamu juga setuju ya dengan ini. Banyak penelitian dan peneliti psikolog yang menyatakan bahwa liburan membuat kita bahagia, membuat kita pandai mengolah emosi dan juga nggak mudah frustasi. Ada banyak manfaat dari liburan, contohnya menambah pengalaman, tambah teman, tambah ilmu, dan juga mampu membuat kita termotivasi pada banyak hal yang sudah kita lihat selama kita liburan.

Dalam agama Saya misalnya, Islam secara tidak langsung menyuruh kita untuk bertebaran di dunia ini. Rihlah atau traveling adalah bagian penting dari proses pembelajaran. Bahkan, perintah untuk melakukannya secara tegas tercantum dalam Al-Qur'an.

Di masa awal penyebaran Islam, bepergian adalah salah satu anasir yang menyebabkan Islam tersebar luas. Bahkan, jauh sebelum Saad bin Abi Waqqas pergi ke Cina, dan Imam Bukhari keliling dunia memverifikasi hadits, Rasulullah saw juga telah melakukan berbagai perjalanan jauh untuk berdagang. Kisah-kisah ini adalah bukti bahwa seorang Muslim sudah seharusnya memiliki wawasan global.

"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut: 20)

Masih banyak ayat Al-qur'an yang membicarakan dan memerintahkan kita untuk berjalan di muka bumi ini lalu mengambil banyak pelajaran dari tempat-tempat yang kita kunjungi. dan Saya rasa ayat-ayat tersebut bisa di jadikan landasan. 

Tapi, genks, sadar atau nggak, kegiatan traveling ini sering sekali di pandang remeh atau bahkan di pandang negatif sama masyarakat Indonesia, mungkin termasuk keluarga, teman atau rekan-rekan kerja kita. sering banget kan kita nggak dapet dukungan juga respon yang baik setiap kali mau liburan. Padahal itu kan hobi dan kesenangan, padahal dalam Islam sendiri memperbolehkan kok untuk traveling, padahal kita kan mendaki gunung sebagai bentuk tafakur alam, padahal kita traveling juga pake uang pribadi kok. 

Hhhhmm.. Saya setuju sama apa yang kamu pikirkan, setuju banget. Malah kadang sering jengkel ya kalo dapet nyinyiran "Jalan-jalan muluk, nikahnye kapan" atau "banyak duit ya jalan jalan terus" atau "gak inget mati apa, akhirat urusin jangan jalan mulu"

Gengs... jangan marah dulu, jangan kesel dulu. coba deh ambil pelajaran dari apa yang orang lain katakan tentang hobi kita ini, coba kita pikir lagi dan renungi. 

Mungkin Allah gerakkan lidah mereka sehingga berkata begitu, mungkin saja Allah mau ngingetin kita, mau negur kita, selama kita melakukan perjalanan traveling, ibadah kita udah bener belum nih? sholat kita udah bener belum? atau jangan-jangan selama kita traveling kita malah sering ninggalin sholat? Kalo jawabannya "IYA" berarti wajar kalo Allah menyindir kita, wajar kalo jalan-jalan kita cuma sekedar senang-senang dan menyaluri nafsu semata, wajar kegiatan kita gak berfaedah.


Foto Pribadi : Sungai Cigenter - Taman Nasional Ujung Kulon
Kita kadang nggak sadar, saking happy nya atau antusiasnya liburan jadi melupakan kewajiban-kewajiban kita yang sebenarnya, menafkahi orang tua misalnya, atau mendahulukan kepentingan keluarga terlebih dulu. 

Kita juga kadang nggak sadar kalo ternyata waktu kita lebih banyak di habiskan untuk traveling ketimbang keluarga, tetangga, atau sahabat. Jadi wajar kan terkadang keluarga atau orang di sekitar kita nggak mendukung kegiatan kita yang satu ini.

Sekarang cobalah untuk bisa mengatur waktu, mengatur keuangan, mengatur kegiatanmu dan mengatur untuk lebih banyak belajar ilmu agama untuk mendukung ibadah kita.

Kita harus ingat, di akhirat nanti Allah akan mempertanyakan gimana sholat dan amal ibadah kita yang lainnya, bukan bertanya "apakah kamu pernah ke puncak gunung semeru?" 

Punya hobi traveling itu boleh, yang tidak boleh itu kalo kita lupa sama Tuhan kita, lupa sama kewajiban kita, dan lupa sama tujuan hidup kita.

Sekian....



Bukit Pamoyanan Subang & Lautan Awannya

Lautan Awan Bukit Pamoyanan - Subang
Perjalanan ke Bukit Pamoyanan ini sebenarnya adalah trip pindah haluan dari rencana trip sebelumnya yang mau nge-Villa di sekitar Gunung Salak di Bogor, tapi karena waktu persiapannya mepet, akhirnya Saya, Rendi dan Imel memutuskan untuk kuy aja deh ke Bukit Pamoyanan bersama Keluarga Besar Backpacker Karawang. Kebetulan Imel sudah pernah ke sana dan katanya pemandangan dari Puncak Pamoyanan cukup menarik dan bisa juga dibilang keren sih sebenarnya.

Rencana berjalan dengan sesuai walaupun sabtu pagi sebelum berangkat udah cukup drama buat Saya pribadi. Bermula dari Saya yang bangunnya kesiangan, lalu Imel susah di hubungi karena ketiduran, lalu selama di perjalanan hujan yang diperparah oleh ulah Saya yang lupa bawa jas hujan ught! sebab itulah Saya hujan-hujanan dari Purwakarta sampai ke Pamoyanan - Subang. kurang lebih yaaaaaaa hampir dua jam lah basah-basahan. Dingin? so pasti, tapi cukup seru kok.

Setibanya di pamoyanan sudah sore menjelang magrib, seharian hujan membuat trek menuju puncak bukit pamoyanan b'elok & becek, ini membuat Saya dan teman-teman berpikir dua kali untuk mendirikan tenda di puncak bukit, apalagi di atas juga tanah merah, habis hujan gini pasti bakalan becek banget, tidak kondusif untuk mendirikan tenda dan kumpul-kumpul ngariung. Syukurlah di perjalanan kali ini dapat bantuan, berkat rumah nenek dari Kawan kami yang lokasinya dekat banget sama pos Pamoyanan, akhirnya keputusan untuk istirahat dirumah itu kami pilih karena beberapa alasan.

Benar, Bahagia itu sangat sederhana.
Hujan masih saja turun, gak deras tapi gemericik sepanjang waktu dan gak tau kapan berhentinya, yang pasti sekitar jam setengah 3 pagi Saya keluar rumah dan Alhamdulillah hujannya sudah reda. Sesuai kesepakatan jam segitu Saya dan teman-teman akan bangun dan mempersiapkan diri untuk trekking ke Puncak Bukit Pamoyanan.

Tanpa jaket dan hanya mengenakan kaos dan celana pendek, udara dingin Subang dini hari itu memang sangat berasa dan hampir membuat gigil, untung saja Saya bawa kain lombok yang cukup membuat hangat ketika Saya gunakan untuk menutup separuh badan bagian atas. Kami semua mengendarai motor menuju Pos Pamoyanan, kurang dari 5 menit Kami sudah sampai dan langsung bersiap mendaki manjah ke Puncak Bukit Pamoyanan.

Buat kamu yang mau mendaki ke puncak bukit dini hari, perlu juga mempersiapkan senter selama trekking. memang gak di butuhkan waktu lama sih untuk sampai puncak, Saya pribadi 10 menit sudah sampai. Tapi yang namanya gelap dan trek menanjak juga licin, jadi perlu banget penerangan agar bisa berhati-hati. Ph iya, sebelum puncak  kita akan bertemu banyak sekali warung, pos jaga, mushola dan toilet. jadi aman deh kalo laper atau mau ke toilet.

Bersyukur sekali menjelang subuh pagi itu sangat cerah, Lautan awan, kabut tipis, pemandangan lampu kota begitu cantik di lihat dari atas sana. Semakin pagi, saat matahari mulai terbit, lautan awannya makin terlihat jelas, semakin menggumpal seperti karpet karpet permadani. Sedikit berhayal gimana ya rasanya bisa lompat-lompatan di atas awan seperti itu.

Suasana Pagi di Puncak Bukit Pamoyanan
Saya coba beri gambaran sedikit ya gimana kondisi di atas puncak bukit pamoyanan.

Puncak bukit Pamoyanan berupa dataran yang cukup luas, untuk di pakai acara camping komunitas, organisasi atau sekolah dengan jumlah masa 60 orang lebih sih cukup. di puncak juga ada bangunan seperti pendopo yang cukup besar, bisa di gunakan untuk kumpul atau ada acara materi, itu bisa di gunakan kok. Sebelum sampai puncak ada banyak warung yang menyediakan berbagai macam makanan dan juga minuman. Ada Pos jaga. Ada tempat toilet yang bisa digunakan untuk buang air besar atau untuk mandi. Ada juga mushola kecil dengan jumlah kapasitas 10 orangkalau mau sholat berjama'ah.

Jika kamu memang berniat mau camping atau mendirikan tenda, di sarankan untuk datang sore hari, soalnya kalo siang itu panas banget, itu dikarenakan puncak bukit pamoyanan adalah ruang yang terbuka, tidak ada pohon.

Mengintip kesibukan pagi dari dalam tenda
Berharaplah untuk dapat cuaca cerah dan mendapati lautan awan yang memesona dan menawan seperti yang Saya lihat kemarin. Biasanya awan akan membentuk gumpalan sekitar jam setengah enam pagi sampai jam setengah 8 pagi, setelah itu biasanya akan memecah.

Kesan Saya terhadap apa yang di sajikan oleh Puncak Bukit Pamoyanan ini memuaskan, kita di suguhkan pemandangan seperti di gunung-gunung tinggi di atas 3000an meter dia atas permukaan laut. Keren deh pokoknya.

Mengesankan!

Indah.....
 
Kebersamaan




Tapi Aku Butuh Kopi



Bagi sebagian masyarakat Indonesia kopi sebenarnya jadi hal yang biasa untuk di nikmati saat membaca buku,  ngobrol dengan teman, saat istirahat kantor, atau bahkan saat berpergian alias travelling.

Kopi sekarang jadi tren bagi segolongan kalangan, bisa terlihat dari munculnya cafe-cafe yang menjamur. di kota tempat Saya tinggal misalnya, sekarang ini banyak banget cafe yang menyediakan berbagai macam kopi, plus tersedia sang barista yang mampu membuat kopi jadi terlihat menarik secara tampilan. Kenapa Saya bilang sebagian golongan? karena memang pada kenyataannya secara keseluruhan minat minum kopi di Indonesia masih kurang, Saya gak tau apa yang salah, mungkin karena cara pengolahannya sehingga kopi jadi terasa kurang nikmat. Padahal, Indonesia adalah salah satu dari lima nega penghasil kopi terbesar di Dunia. Mengagumkan kan?

Eh, iya, Disini Saya bukan membicarakan jenis-jenis kopi atau bahkan lebih detail dari itu, jujur saja Saya nggak begitu paham soal itu walaupun hampir setiap hari Saya meminum kopi.

Dibalik nikmat dan khasiat dari kopi, kita semua harus tahu bahwa kopi juga punya efek samping yang negatif, kita mesti care juga dengan bahayanya dari efek minum kopi itu, apalagi bila terlalu banyak meminumnya, kita gak cuma insomnia atau susah tidur tapi juga sakit kepala, gugup berlebihan, atau kita akan cepat emosi atau marah ketika terlalu banyak meminumnya.

Selain itu, Kopi juga dapat menyebabkan gejala sakit maag karena kandungan kandungan pada kopi bisa meningkatkan asam lambung. Bahkan, ketika kita berlebihan minum kopi justru akan menurunkan daya tahan tubuh, kita malah jadi lemes. Tau kenapa? Karena hal itu disebabkan oleh kafein yang justru akan menyerap mineral dan vitamin yang sebenarnya di perlukan oleh tubuh.

Nah, masalah yang lebih serius kalo kita terlalu banyak meminum kopi itu akan membuat atau memicu sakit jantung dan stroke. Bahaya banget kan/

Tapi Saya Butuh Kopi? Iya, Saya, Kamu dan Kita butuh kopi!

Jujur saja, kopi seperti jadi minuman wajib ketika Saya menulis, baca buku, Istirahat, travelling atau mendaki gunung. Tapi Saya gak mau timbul masalah di kemudian hari hanya karena Saya terlalu sering atau terlalu banyak meminum kopi. Kamu juga gak mau kan?

Yaudah, Saya akan berbagi sedikit tips ala Saya dalam meminum kopi, supaya kopi nya berkhasiat beneran bukan malah menimbulkan penyakit.

Pertama, Jangan meminum kopi saat terlalu panas karena itu akan menimbulkan sakit pada tenggorokan, panas dalam dan sariawan.

Kedua, Kopi dan Rokok adalah kombinasi yang buruk. Yah, tentu saja kita semua tau bahwa ini sangat sangat tidak sehat. jadi hindarilah.

Ketiga, Minumlah kopi sedikit demi sedikit, jangan sekaligus dalam jumlah banyak. Meminum kopi sedikit sedikit itu lebih efektif dan lebih nikmat.

Keempat, Ini yang terakhir, imbangilah dengan banyak-banyak minum air putih. Saya selalu memaksa diri Saya ketika Saya minum segelas kopi, maka Saya harus minum 2 gelas air putih setelahnya. Biar bagaimanapun, air putih jauh lebih sehat untuk tubuh.

Kurang lebih seperti itu ya, sobat. ini hanya sharing biasa, semoga ada manfaatnya.

Hatur Nuhun...

SUKU BADUY & AMANAHNYA


Paket lengkap : Sebuah perjalanan, pertemanan, liburan & pengalaman bercampur menjadi satu dan Saya menyebutnya dengan "K e b e r u n t u n g a n". Beruntung karena sebuah takdir akhirnya Saya bisa melakukan perjalanan ke suku baduy luar & dalam dengan segala rintangannya. Singkat tapi besar maknanya.


Saya benar-benar tidak bisa berkata banyak setelah melihat langsung kehidupan mereka di dalam hutan sana. Berbagai hal yang selama ini kita lupakan dan tinggalkan tetapi justru masyarakat baduy masih melakukan hal demikian dan mempertahankannya hingga sekarang. Contoh kecil saja tentang gotong royong, warga baduy mencontohkan itu dengan baik, membangun rumah secara bersama bahu membahu, membuat jembatan dan beberapa fasilitas lainnya. Juga tentang memanfaatkan & menjaga lingkungan alam, warga baduy mempraktekan itu dengan terus menerus hingga saat ini. Mereka bertahan untuk tidak menggunakan deterjen, sabun mandi, pasta gigi atau bahkan toilet. Apa yang ada di alam ini, itulah yang mereka gunakan. Tidak semata-mata karena kebutuhan lalu merusak alam dan mencemarinya.

Tapi bagaimana dengan keberagaman & toleransi? Apakah mereka mengenal itu?

Sejak usia anak-anak mereka sudah di pilihkan jodohnya oleh orang tuanya, termasuk soal agama yang hanya ada satu, juga tata cara berpakaiannya yang sudah di atur, dan masih banyak lagi.

Sekilas hidup seperti itu memang tentram, aman dan damai. .

Tapi sebenarnya apa yang membuat warga badui mempertahankan adat & kebiasaannya selama berabad-abad lamanya & tidak tergiur dengan dunia modern?

Apakah itu semua karena mereka mempertahankan sebuah AMANAH dari leluhur?




Minggu pagi, Pak Wadi, seorang warga suku Baduy Dalam, menyempatkan dirinya untuk berdiskusi dan mempersilahkan Saya juga teman-teman untuk bertanya apa saja yang berkaitan dengan Suku Baduy.

Setelah Saya mendatangi langsung ke kampung-kampung yang ada di Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam, Saya melihat bahwa mereka sangat pemalu sekali, termasuk Pak Wadi ini. Jika pertanyaan kita bisa & pantas mereka jawab, mereka akan jawab, tapi jika tidak bisa menjawabnya atau memang tidak pantas untuk di jawab, maka mereka hanya senyum-senyum sambil menundukan kepalanya.

Warga Baduy dilarang untuk mengendarai kendaraan bermotor, dilarang menggunakan elektronik, tidak boleh menggunakan alas kaki. tidak boleh menggunakan teknologi, tidak boleh sekolah formal, bahkan mereka tidak diperbolehkan untuk menggunakan sabun, pasta gigi, deterjen, dan bahan kimia lainnya. Apa yang Saya sebutkan sebenarnya baru beberapa poin saja,

Anak-anak di suku Baduy tidak menjalani sekolah formal seperti pada umumnya, lalu jika di tanya apakah mereka bisa membaca atau tidak, jawabannya ada yang bisa ada yang tidak bisa, tergantung. Karena mereka belajar dari alam dan belajar dari pelajaran yang turun menurun dari orang tua masing-masing.


Jika kita berkunjung ke desa baduy, maka kita akan menemukan rumah-rumah yang semuanya hampir sama, kita tidak bisa membedakan strata sosial yang kaya & miskin.


Saya beruntung dan bersyukur bisa menginap di rumah warga baduy dalam walaupun hanya satu malam. Rumah yang terbuat dari kayu, bambu, ijuk, & daun pohon aren itu meski sederhana tapi terasa sangat nyaman. Semua rumah hanya di perbolehkan menghadap utara atau selatan. Tidak ada aliran listrik, hanya obor atau api dari dapur yang jadi penerang.

Warga baduy itu cantik-cantik & tampan-tampan, tidak semuanya, tapi wajah nya khas sekali.



Sejak kecil biasanya warga baduy sudah di jodohkan oleh orang tuanya. Dan akan di nikahkan ketika minimal umur 20 tahun bagi laki-laki dan minimal umur 15 tahun bagi perempuan. Yang menikahkan itu Pu'un (kepala suku/presiden). Prosesnya panjang, bahkan ada yg sampai satu tahun. 
Setelah menikah, warga baduy tidak boleh bercerai. Warga baduy dalam tidak boleh pacaran, mereka hanya di jodohkan. Jika melanggar maka akan terkena sangsi, yaitu dikeluarkan dari baduy dalam.



Dan bagi warga baduy dalam yang hendak menikah dengan orang baduy luar maka secara otomatis dia akan menjadi warga baduy luar dan keluar dari baduy dalam.



Kesederhanaan dari penduduk Suku Baduy ini bukan hanya dari pola kehidupannya saja, tetapi cita-cita dari mereka ini dapat dikatakan sangat sederhana sekali, cukup bercita-cita agar bisa membantu kedua orang tuanya berladang, itu saja.


Suku baduy selalu menjaga dan mempertahankan nilai-nilai kebudayaan adat dari peninggalan leluhurnya. Suku baduy juga sangat mandiri tanpa melibatkan sedikitpun sentuhan-sentuhan teknologi dalam kesehariannya.

Lalu kenapa ada Baduy Luar & Baduy Dalam? Apa perbedaannya?

Saya menyimpulkan dari pengalaman Saya kemarin, inti dari perbedaan Baduy Dalam & Baduy Luar adalah dari hal memegang teguh adat istiadat.
Baduy Dalam masih memegang teguh secara utuh adat istiadat dan aturan-aturan dari nenek moyang, sedangkan Baduy Luar sudah sedikit terpengaruh dari budaya luar baduy.

Ketika kita mau masuk ke Baduy Dalam, kita pasti akan melewati banyak perkampungan di Baduy Luar, sehingga ada beberapa contoh yang Saya saksikan secara langsung perbedaan mereka, misalnya dalam hal berpakaian ; Saya temui warga baduy luar ada yang menggunakan kaos seperti masyarakat kota, banyak yang menggunakan perhiasan emas, dan saat membuat rumah warga baduy luar sudah menggunakan alat bantu seperti gergaji dan sebagainya.

Dalam berpakaian warga Baduy Dalam masih sangat memegang teguh warisan leluhur, hanya menggunakan pakaian Putih atau Hitam.

Mereka punya alasan-alasan tersendiri untuk mengasingkan dirinya dari dunia luar, mereka berusaha untuk menjaga dan mempertahankan adat kebudayaan yang memang telah di turunkan oleh leluhur terdahulu.

Tapi, itu bukan berarti mereka tidak bisa di temui. Datanglah, kunjungi masyarakat Baduy Luar & Dalam, tapi tetap harus menghormati mereka untuk tetap menjaga kebudayaan & adat mereka. .

Sepanjang perjalanan ke Baduy Dalam kita akan menemukan banyak pemandangan yang indah. Hutan, perbukitan, dan juga perkebunan.

Tapi sepanjang jalan Saya gak melihat makam satu pun.

Dimana ya mereka mengubur jenazahnya bila ada keluarga atau masyarakat yang wafat? Dan bagaimana cara menguburkannya? Apakah sama dengan cara Islam?


Saat mengobrol dengan Pak Wadi (warga Baduy Dalam) beliau sempat cerita "kalau ada yang meninggal ya di mandikan, di kafani terus di kubur". Tidak ada tahlilan. Setelah di kubur akan ada makan bersama warga yang di sediakan oleh keluarga yang di tinggalkan. Jumlah harinya tergantung dari kesanggupan keluarga, ada yang sehari, dua atau tiga hari.


Kita tidak bisa melihat kuburan atau bahkan area kuburan karena ketika di kubur, tanah kuburan tidak di buat gundukan, tapi dibuat rata seperti semula. Warga baduy juga tidak meletakkan papan nisan atau pertanda apapun. Kata Pak Wadi, jika mau berdoa untuk keluarga yang sudah meninggal itu dari rumah saja berdo'a nya.

Oh iya, bahkan setelah satu minggu penguburan, di atas kuburannya itu sudah boleh di jadikan ladang untuk di tanami apa saja, contoh nya padi. .

Dalam beragama, Warga Baduy menganut Sunda Wiwitan. Yaitu pemuja arwah nenek moyang. Saya gak mau menulis lebih banyak soal ini, secara Saya tidak begitu paham. 
Sekilas yang Saya tau inti dari kepercayaan ini adalah percaya mutlak pada apa yang di anut dalam kehidupan sehari-hari yang memang sudah di wariskan oleh nenek moyang.

Saat berkunjung kita di perbolehkan untuk sholat. Saat kemarin Saya menginap di rumah warga Baduy Dalam pun Saya dan teman-teman sholat 5 waktu di dalam rumah. Tidak ada mushola, apalagi masjid. 


Untuk suku Baduy sendiri, sebenarnya lebih menyukai menyebut diri mereka sebagai Urang Kanekes atau Orang Kanekes seperti nama desa yang mereka huni.


Nah, Sebutan Baduy itu sendiri katanya diberikan oleh penduduk luar kepada mereka yang berawal dari peneliti Belanda, karena Urang Kanekes disamakan dengan kelompok Arab Badawi dengan kehidupan nomaden.

Menurut Informasi yang Saya dapat juga, memang benar kalo suku Baduy ini hidupnya berpindah-pindah. Tidak menetap.

Saat di tanya mengenai asal usulnya, salah satu warga Baduy Dalam menyebutkan kalo mereka adalah keturunan dari Nabi Adam, dan mereka percaya memilik misi dan tugas untuk menjaga harmoni dunia ini.

Saya sempat penasaran, apakah ada orang luar baduy yang mau menetap sebagai warga baduy? Dan jawabannya ADA, tapi Baduy Luar bukan Baduy Dalam. Itupun perlu biaya besar untuk melaksanakan ritual-ritual penyambutannya.

Tapi kalo kata Pak Wadi "moal kuat, sebulan dua bulan bertahan, tapi lama kelamaan bosen hidup seperti kami"

Dari sana Saya bisa sedikit menyimpulkan bahwa di butuhkan tekad dan kemantapan hati yang tinggi untuk bisa hidup seperti Orang Baduy. Gak hanya mau menjalankan kebiasaannya yang alami, tapi juga harus merendahkan hati & tunduk pada peraturan nenek moyang.

Apakah kita dengan orang Baduy itu sama?

Jawabannya tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Pandangan tiap orang berbeda. Tapi setidaknya kesamaan kita dengan orang baduy adalah : Kita sama-sama di ciptakan Tuhan untuk mengabdi, menghamba dan berbuat kebaikan.