Si Anak Bawang, Pantai Sedari - Karawang.

Senja di Pantai Sedari
Belakangan, di Karawang ini sedang rame banget sama pendatang baru di dunia pariwisata Karawang, yaitu Pantai Sedari. Bukan karena salah satu foto viral seorang pemuda yang sedang berpose dengan tulisan “Samsat di pantai sedari indah banget” ha ha mungkin maksudnya adalah Sunset, atau yang sedang hits lainnya yaitu tulisan “PANTAI SEDARI” di pinggir pantai yang mirip dengan tulisan Pantai Losari di makasar sana.

Pantai ini masih tergolong baru jadi tujuan masyarakat Karawang buat berwisata bersama keluarga atau bersama kawan. Jalan cor yang masih baru, jembatan jembatan yang juga masih terlihat baru yang di kelola oleh BUMN, dulu, bertahun-tahun lamanya warga Sedari mengandalkan perahu dan sungai buat bepergian ke sana-kemari, tapi berkat perhatian pemerintah akhirnya Sedari memiliki fasilitas jalan dan kawasan ini terbuka buat umum.

Pantai Sedari, bukan Pantai Losari

Ada banyak wisata yang bisa kita jumpai di sana, selain wisata pantai, ada juga wisata religi, wisata rumah susun warna-warni, wisata pendidikan, wisata sungai dan juga wisata hutan mangrove.

Saya sudah sempat menulis tentang Hutan Mangrove Sedari di tulisan sebelumnya, nah Pantai Sedari ini lokasinya cukup dekat dengan Hutan Mangrove itu, kurang lebih 5 menit lah naik motor. Masih satu desa kok.


Ada apa aja di Pantai Sedari?

Selain hamparan pasir hitam eksotis, di pantai Sedari sudah bisa kita temui jejeran warung & rumah makan, fasilitas saung-saung, permainan air dan ada juga sebuah kapal yang akan mengantar kita ke tengah laut dan mengelilingi sebuah bangunan bor minyak tanah milik BUMN.

Kita bisa menaiki perahu tersebut dengan mengeluarkan biaya Rp. 10.000 sampai Rp. 20.000, tergantung tawar menawar kamu. Lama perjalanan kurang lebih 30 menit. Saya sangat menyarankan kalo kamu mau naik perahu, naiklah sore hari supaya bisa liat matahari terbenam dari atas kapal.


Atau, jika kamu sekedar mau bersantai-santai dan menikmati hidangan laut di salah satu warung yang sudah di sediakan, itu bisa banget. Harga relatif, tergantung tawar menawar kamu juga.

Satu hal yang kurang sedap di pandang mata, yaitu banyaknya sampah yang berserakan di bibir pantai. Buat Saya pribadi itu sangat sangat mengganggu, keindahan pantainya jadi berkurang. Di tambah, minimnya fasilitas tempat sampah jadi memperburuk kondisi di sana.


Masyarakat di luar Karawang mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa Karawang memiliki banyak sekali wisata pantai, emang sih pantainya nggak se indah di tempat lain, tapi cukup kok buat menghilangkan penat dari riuhnya kota. He he

Pantai Sedari Karawang
Sedari, Cibuaya, Sedari, Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat 41356

https://goo.gl/maps/oWjbhkNWt872

Lokasi Pantai Sedari dekat dengan Hutan Mangrove Sedari, Kecamatan Cibuaya  Kabupaten Karawang.

Jika kamu berkunjung kesana, mari sama-sama kita jaga kebersihan dan kelestarian alamnya. Jangan buang sampah sembarangan.

Bahagia Bersama Kawan

Wisata Alam Mangrove Sedari - Karawang


Karawang termasuk Kabupaten yang memiliki garis pantai yang cukup panjang, tapi sayangnya beberapa tahun belakangan abrasi mulai menyerang. Untuk melindungi pantai dari abrasi salah satunya adalah pohon mangrove yang banyak sekali manfaatnya baik secara langsung ataupun tidak langsung. kalo nggak di jaga, maka garis pantai akan bergeser kearah daratan. Itu sesuatu yang sangat menakutkan buat kehidupan manusia kedepannya.


Selain pantai sedari, satu hal yang Saya rasa perlu di apresiasi adalah hutan Mangrove Sedari yang mulai di tata dan di rawat kembali. Kepedulian masyarakat sekitar terhadap kepentingan hutan Mangrove ini harus terus di gelorakan. Bukan Cuma sebagai pelindung, tapi ternyata hutan mangrove juga bisa sebagai pemasukan tambahan uang dapur dengan cara menjadikannya tempat wisata yang menarik.

Dulu masyarakat sekitar beranggapan bahwa pohon mangrove jadi salah satu kendala mereka dalam mencari ikan, karena semakin banyak pohon mangrove maka itu akan mengundang burung-burung untuk datang. Mangkanya banyak pohon mangrove yang di babat oleh warga karena paradigma mereka yang salah. Kini dan semoga kedepannya masyarakat di pesisir pantai mulai sadar kembali.


Tiket masuk ke dalam hutan mangrove ini sebesar Rp. 7.500, di dalamnya ada banyak hal yang bisa kita lihat, berupa pohon mangrove yang besar dan tinggi sekali, wisata air bebek gowes, jembatan-jembatan yang menghubungkan kita agar bias berkeliling hutan mangrove ini, burung-burung liar dan masih banyak lagi. Saya pikir masih bisa di kembangkan agar semakin menarik ; seperti menambah café di dalamnya, atau membuat makanan dan minuman yang berbahan dasar mangrove,  misalnya! 


Hutan Bakau Cikiong di desa Sedari, Kecamatan Cibuaya yang di titipkan oleh Presiden kedua yaitu Soeharto memang sempat tak terawat, akses menuju jalan ke sana juga sangat buruk, tapi berkat BUMN yang menggelontorkan dananya, akhirnya akses menuju Hutan Mangrove sudah jauh membaik, jembatannya pun sudah di perbaiki.


Memang perlu waktu lama untuk mengembalikan Hutan Mangrove Cikiong agar kembali seperti dulu, karena suatu hari nanti Hutan Bakau ini pasti akan sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia. Pun terhadap kehidupan satwa liar dan lainnya.


Satu hal yang paling penting adalah kita harus tetap optimis. Optimis dalam mengembangkan dan menjaga alam, pun optimis dalam melestarikannya.

Terakhir, jarak tempuh dari Karawang kota menuju Hutan Mangrove Sedari ini kurang lebih 2 jam. Bisa melewati Rengasdengklok, lalu menuju Kecamatan Cibuaya dan menyusuri jalan hingga ke Hutan Mangrove Sedari.




Taman Nasional Baluran - Banyuwangi


Beruntungnya saat naik dan turun Gunung Ijen cuaca cukup cerah, sehingga perjalanan Saya dan teman-teman berjalan lancar. Selama berada di sana, di Gunung Ijen, Saya memperhatikan pengunjung Gunung Ijen dipadati sama turis asing, sangat sedikit wisatawan dalam negeri yang berkunjung. Kenapa mayoritas bule mungkin karena Kawah Ijen dekat dengan Bali dan Bromo kali ya, dua tempat wisata yang sudah terkenal di mancanegara.

Warung-warung yang ada di basecamp Taman Wisata Gunung Ijen bisa kita manfaatkan buat beristirahat setelah lelah turun Gunung Ijen. Jangan berharap ada nasi atau makanan berat ya, di sana hanya menyediakan mie instan, gorengan, dan jajanan ringan lainnya. Saya dan teman-teman menghabiskan waktu istirahat di sana, di salah satu warung dengan pemiliknya yang ramah. Sebelum dzuhur kami memutuskan turun dan melanjutkan perjalanan ke Taman Nasional Baluran.

Dari Gunung Ijen ke Taman Nasional Baluran (TNB) membutuhkan waktu hampir 3 jam perjalanan dengan motor. Sebelum melanjutkan perjalanan lebih jauh, dua kawan Saya yang ngeboncengin dua bule yang ikut nebeng ke Ijen, terlebih dulu nganterin mereka ke Stasiun Karangasem Banyuwangi. Ya, mereka gak melanjutkan ikut berpetualangan bersama kami karena katanya mereka mau lanjut eksplore Bromo setelah sebelumnya ke jogja lalu nggak sengaja bertemu kami di Banyuwangi. Sebenarnya iri juga sih ya bisa eksplore suatu negara dengan waktu yang cukup lama, bebas dan bisa dapat lebih banyak hal-hal yang mengejutkan. Tapi apalah daya, masalah cuti jd salah satu penghalang yang cukup besar.

Taman Nasional Baluran sendiri sebenarnya berada di sebelah utara Banyuwangi, berbatesan dengan Situbondo. Dari arah kota Banyuwangi jalanan relatif lurus dan sedikit tanjakan, hampir sepanjang jalan kita akan menyusuri pantai-pantai yang ada di Banyuwangi. Harus sedikit lebih berhati-hati sih selama menuju Baluran karena mobil-mobil yang melintas termasuk mobil besar. Mungkin mobil-mobil tersebut mau nyebrang ke Bali melewati pelabuhan ketapang Banyuwangi.

Mendekati Baluran, Kami di guyur hujan yang cukup deras. dan setibanya di gerbang masuk Taman Nasional Baluran sekitar pukul 15.30 sore, dan lagi lagi kami beruntung, loket Baluran saat itu masih buka dan kami bisa eksplore Taman Nasional yang luasnya 25.000 hektar.

Biaya tiket buat masuk ke Taman Nasional Baluran saat Weekend sebesar Rp. 17.000, kebetulan lagi Saya dan teman-teman dapat diskon dari si Bapak baik hati yang menjaga tiket, mungkin kasihan dengan kami yang basah lepek setelah menerjang hujan, atau kasihan karena beliau tau kalo kami datang dari jauh, yaitu Karawang.

Ini hari kedua di Banyuwangi, setelah Kawah Ijen, tujuan keduanya ya ini, Taman Nasional Baluran. mungkin Saya jadi orang yang cukup berharap bisa kesini. Saya termasuk pecinta Taman Nasional sebenarnya,  ada banyak Taman Nasional di Indonesia yang ingin sekali Saya kunjungi, salah satunya Baluran ini.  Selain Padang Savana Bekol, Gunung Baluran, dan Pantai Bama, kita juga bisa melihat banyak satwa seperti Banteng, kerbau, kijang, rusa, burung merak, monyet dan masih banyak lagi. Tapi untuk melihat dan menuju ke sana nggak singkat. Contohnya ke Taman Savana Bekol, dari gerbang masuk atau loket Taman Nasional Baluran kita harus menyusuri hutan sekitar 45 menit dengan jalan bebatuan yang jelek banget, ancur. di sini kita harus bawa kendaraan sendiri karena pihak Taman Nasional nggak menyediakan transportasi.


Saat memasuki hutan, hujan masih turun,  gerimis-gerimis lah. sepanjang jalan kami nggak melihat satu pun binatang yang muncul, pun ketika tiba di padang savana, yang terlihat hanya savana yang luas dan hijau, seekor burung merak  yang sedang mencari makan, seekor burung hutan dan sekumpulan monyet yang iseng mendekat ke arah kami dan mencuri makanan. Saya nggak melihat banteng, rusa dan lainnya, entah karena terlalu sore atau karena habis hujan. Harusnya kami bisa melihat lebih banyak binatang.

Ada sedikit rasa sesal dan kesal, tapi perjalanan yang sudah sejauh ini nggak boleh jd tambah capek hanya karena kecewa nggak bisa eksplore lebih banyak tempat yang ada di Taman Nasional Baluran. Hampir sejam kami berada di sana, berfoto dan jalan-jalan. Kami memutuskan untuk segera kembali ke pos, soalnya nggak mau gelap-gelapan di tengah hutan.

Berikutnya perjalanan di lanjut ke Pantai Basring, salah satu pantai yang ada di kota Banyuwangi, yang terkenal dengan keindahan bawah lautnya. Niat Saya mau ke pantai itu tujuannya untuk camping dan mendirikan tenda. Walaupun hampir separuh perjalanan di luar rencana, tapi masih ada harapan kalo pantai Basring mampu membangkitkan mood yang sempat down.

Setibanya di pantai basring, jujur saja Saya hanya bisa melongo dan mematung. Sepi, becek dan di luar ekspektasi banget. Untunglah ada seorang bapak-bapak penjaga warung yang menghampiri Saya dan menjelaskan bahwa kalo mau menikmati pantai basring itu saat matahari muncul, bukan malam hari. pada siang hari kita bisa menikmati rumah apung basring, menyelam bersama hiu, snorkling, dan masih banyak lagi aktifitas yang bisa di lakukan.

Begitu baiknya si bapak, setelah mengetahui niat kami mau camping, lalu beliau menawarkan kepada Saya dan teman-teman buat tidur di sebuah kamar. nggak begitu nyaman katanya tapi layak buat di tinggali, baiknya lagi, kata si bapak semuanya gratis, nggak usah bayar. Sambil mikir mau lanjut camping, menginap di rumah si bapak atau ke Rumah Singgah Backpacker di dekat Stasiun Karangasem, akhirnya kami memesan mie instan di warung si bapak sambil beristirahat. eh, ada kejutan lagi, kami di kasih jagung bakar yang masih anget anget, katanya ini hasil kebun si bapak. MashaaAllah... Tabaarakallah, Pak. Baik banget. terharu!

Dari pantai basring ke Rumah Singgah Backpacker kurang lebih 1 jam perjalanan. Ya, akhirnya kami memutuskan buat tidur di Rumah Singgah Backpacker dengan pertimbangan meminimalisir terjadinya ketinggalan kereta, soalnya jadwal kereta ke Surabaya jam 06.45 pagi.


Akhirnya.... setelah muter-muter nyari oleh-oleh sampe maksa si mbak-mbak yang baru saja menutup toko oleh-olehnya supaya buka lagi, nyampe juga kami di Rumah Singgah Backpacker yang ada persis di depan stasiun karangasem.

Dari mulai tiba di Banyuwangi kemarin, akhirnya baru di Rumah Singgah Backpacker lah Saya dan kawan-kawan bisa istirahat dengan tenang dan bisa leha-leha selonjoran.

Kamu juga bisa banget kok kesini, kalo nanti datang ke Banyuwangi dan mau meminimalisir biaya pengeluaran sewa hotel, nginep aja di sini. Sebenarnya sih gratis, tapi tau diri lah, kasih uang penjaganya buat air, biaya listrik dan ucapak terimakasih. Keberadaan Rumah Singgah ini tepat di sebrang stasiun Karangasem - Banyuwangi.

Kawah Ijen Yang Mempesona!

Penambang Belerang di Kawah Ijen
Ternyata perjalanan darat dari Karawang menuju Banyuwangi itu jauuuuuuuuuuuuuh pake binggow alias jauh banget. Saya naik kereta dari stasiun Cikampek ke stasiun Pasar Turi Surabaya, terus naik grab ke Stasiun Gubeng Surabaya buat lanjut ke stasiun Karangasem - Banyuwangi, kalo di total keseluruhan lama perjalanannya itu 17 jam. Jangan tanya deh suasana didalem kereta seperti apa, dari mulai happy, ngantuk, laper, terus bingung mau ngapain, terus kebelet sampe balik ke happy lagi. Untunglah Saya dan teman-teman lumayan terbiasa melakukan perjalanan seperti ini, ala ala Backpacker, jadi nikmatin aja ye! Tapi kira-kira sebanding nggak lama perjalanan dengan apa yang akan di dapat di Banyuwangi sana?

Sebelum Saya lanjut bercerita tentang perjalanan backpacker Saya ke Banyuwangi, Saya mau ngasi info nggak penting, sebenarnya ini tuh perjalanan pindah haluan (lagi), awalnya sih mau explore Madura tapi entah ada angin apa, sebulan sebelum berangkat diputuskanlah kalo tujuannya di ganti jadi ke Banyuwangi. Waktu itu kebetulan udah beli tiket ke Surabaya, dan buat mencapai Banyuwangi sebenarnya gak sulit, cukup beli tiket lagi buat melanjutkan perjalanan. Karena pindah haluan ini, personil yang tadinya sedikit jadi bertambah deh karena ternyata Banyuwangi cukup banyak yang meminati.

Keindahan dari Jalur Pendakian Gunung Ijen
Terus terang, Banyuwangi belum begitu familiar buat Saya, meskipun sudah banyak yang bilang kalo Banyuwangi itu indah dan keren banget, yang foto nya sering muncul di Instagram akun jalan jalan kekinian, tapi pesona banyuwangi belum begitu memikat buat Saya pribadi. Tapi belakangan Saya bertemu dengan seorang kawan yang asli Banyuwangi, dia cukup banyak membicarkan kota tersebut, di tambah ketika Saya sedang mengobrol dengan seorang kawan yang pernah ke Banyuwangi, dia pun meng"iya"kan bahwa Banyuwangi itu salah satu tempat terbaik di Pulau Jawa yang wajib di kunjungi.

Alhamdulillah,  Februari 2018 keinginan Saya di restui Allah dan akhirnya Saya bisa berangkat bersama teman-teman dari Komunitas Backpacker Karawang dengan personil 10 orang.

Stasiun Cikampek - Karawang
Perjalanan yang menarik sebenarnya, apalagi menggunakan kendaraan darat, yaitu kereta api, butuh waktu yang cukup banyak broooooo... Kalo aja perjalanan Saya kemarin nggak di bersamai dengan kawan-kawan yang asyik dan seru, pastilah akan sangat membosankan. Beruntung nya waktu jadi berputar lebih cepat dari apa yang seharunya. Stasiun ke stasiun lain jadi terasa singkat.

Setibanya Saya di Stasiun Karangasem - Banyuwangi, sungguh di luar dugaan, Stasiun disana cukup sederhana dan terlihat sepi. atau mungkin karena ini bukan stasiun utama ya? di Banyuwangi sendiri ada beberapa stasiun, kalo mau lebih dekat dengan kota Banyuwangi,  pilihlah stasiun Banyuwangi Baru. sedangkan kalo kamu mau langsung melanjutkan perjalanan ke Taman Wisata Alam Kawah Ijen,  kamu bisa turun di Stasiun Karangasem - Banyuwangi, lalu bisa melakukan seperti apa yang Saya lakukan : Sewa motor untuk keliling Banyuwangi dengan biaya RP. 75.000/24 jam. Sebelum berangkat menggunakan sepeda motor, pastikan kalo motornya itu sehat, rem motor dalam keadaan baik, dan helm yang sesuai SNI. Jalanan menuju kawah ijen berkelok dan menanjak bro, sangat amat di khawatirkan kalo kondisi motor kurang baik. Ini terjadi sama kawan seperjalanan Saya, saat turun dari kawah ijen, rem motornya blong. Bersyukur nggak terjadi hal yang fatal.

Jadi dari stasiun karangasem ke basecamp Kawah Ijen memerlukan waktu 1.5 jam sampai 2 jam menggunakan motor. Nggak ada transportasi umum loh buat mencapai basecamp kawah ijen, apalagi kalau kamu berangkatnya malam, seperti Saya dan teman-teman Saya. Bukan cuma jalan berkelok dan menanjak, kamu juga bakalan menjumpai kabut dan udara dingin. Saya pribadi sih sangat amat menyarankan buat pake jaket yang layak dan tebal.

Sampai di Basecamp Kawah Ijen, Saya memarkirkan motor sewaan, terdapat banyak warung yang masih buka, padahal ketika Saya sampai waktu sudah menunjukan pukul 12 malam lewat. Di sana juga sebenarnya ada penginapan dan ada banyak tempat buat mendirikan tenda, tapi Saya dan teman-teman memilih buat nggak mendirikan tenda saat itu karena sudah mepet untuk trekking. buat trekkingnya sendiri kurang lebih 2 jam sudah sampai puncak dengan tiket masuk sebesar Rp. 5.000 rupiah. Tersedia juga jasa Guide yang bisa kita mintai tolong untuk mengantar sampai ke puncak dan melihat Blue Fire. Saya sempat di ingatkan oleh seorang bapak di penyewaan motor supaya nggak usah pakai jasa guide karena jalur pendakiannya sangat jelas dan mudah. Nah tapi kebetulan yang membeli tiket itu kawan Saya dan Saya nggak tau hal apa yang mendesak buat pakai Guide, mungkin buat keamanan sih. Biaya Guide nya Rp. 200.000, dan kalo di bagi 10, perorang cukup membayar Rp. 20.000, Saya pikir not bad lah, buat bantu bantu perekonomian masyarakat sekitar juga kan?

Team Lengkap dengan 2 bule
Oh iya, ada yang Saya lupakan, tentang dua orang cewe bule yang ngintilin kami buat ikut ke Kawah Ijen, Saya lupa nama dan lupa asal mereka dari mana, Saya jarang bicara sama mereka. Intinya dua traveller pendiam ini ikut dan masuk dalam rombongan kami, wajahnya yang khas dengan wajah asia membuat dua orang ini bebas biaya tiket masuk turis, hasilnya mereka bayar sesuai harga pribumi. Lumayan banget.

Perlu di ketahui, buat mencapai puncak gunung ijen tersedia becak atau ojeg dengan harga Rp. 600.000 kamu sudah di angkut naik dan turun gunung, kamu cukup duduk manjah aja sepanjang perjalanan. Mahal nggak sih harganya? kalo Saya boleh berpendapat sih harga segitu nggak mahal, apalagi melihat perjuangan mereka, satu becak atau ojeg di tarik dengan dua orang dan di dorong satu orang, jadi totalnya tiga orang yang bekerja. sedangkan buat kamu yang mau jalan kaki, trek menuju puncak gunung nggak begitu terjal kok. sepanjang perjalanan akan di temukan pos-pos buat beristirahat, dan pada ketinggian 2214 meter di atas permukaan laut, kita akan menemukan warung, lumayan banget buat ngopi, makan dan beristirahat. Dari sini buat sampai ke puncak kurang lebih 800 meter lagi, tapi kalo di jalani itu hampir satu jam trekking.

Ketika nafasmu mulai mencium bau belerang, itu artinya kamu hampir sampai ke puncak gunung ijen, semakin dekat, bau belerang semakin menyengat bahkan bikin sesak. sebelumnya kamu harus sudah prepare masker khusus, atau kalo nggak bawa, di atas sana banyak juga kok yang nyewain, harga sewanya Rp. 25.000 sepuasnya.
Blue Fire ❤️
Untuk Blue Fire, sebenarnya itu tujuan Saya dan para pendaki mendaki sampai ke puncak gunung ijen. Melihat fenomena alam yang jarang banget, karena Kawah Ijen adalah satu dari dua lokasi di dunia yang mempunyai fenomena Blue Fire, setelah Island.

Api yang berwarna biru terlihat bergoyang di dalam kawah. buat melihatnya lebih jelas kamu harus turun lagi dari puncak gunung ijen ke dalam kawah ijen. waktu terbaik buat menyaksikan Blue Fire sekitar jam 2 dini hari sampai jam 4 pagi. Saya berdua dengan Kawan jadi orang yang melihat Blue Fire dari puncak, selain karena baru sampai puncak jam setengah 5 pagi, faktor utamanya adalah karena bau belerang yang menyengat dan asap yang membuat pernafasan Saya terganggu. Akhirnya usai sholat subuh Saya dan Bang Rozik menyaksikan matahari terbit dari Puncak Kawah Ijen.

Matahari Terbit
Menakjubkan, Saya akui tempat ini indah sekali. termasuk melihat matahari terbit dari atas sini memiliki pesona tersendiri. Panorama yang terpampang nyata setelah matahari meninggi jadi pemandangan yang keren banget. Kita masih bisa melihat lautan luas, hutan-hutan menghijau, dan gunung-gunung yang gagah meninggi. MashaaALLAH..

Selain karena keindahannya, ada pemandangan lain yang bisa kita saksikan, yaitu para penambang belerang di kawah ijen. Entah berapa kilo berat yang harus di pikul, harus menghirup udara yang tidak sehat ini, yang pasti melihat itu semua, Saya jadi bersyukur akan apa yang Saya punya sekarang.

Di puncak kawah ijen sendiri sekarang sudah ada bangunan toilet dan pendopo, jadi kalo kebelet pipis atau mau beristirahat bisa menggunakan fasilitas yang ada. Mau berlama lama di puncak Gunung Ijen juga itu pilihan, tapi Saya dan teman-teman nggak begitu lama, selain nggak kuat dengan bau belerangnya, pun karena kami di kejar waktu buat mengunjungi tempat selanjutnya, yaitu....Taman Nasional Baluran....

Keindahan alam dari jalur pendakian Gunung Ijen
Sepanjang turun gunung Saya beberapa kali mengobrol dengan Guide Kami. Timbul satu pertanyaan dari Saya "Dari mana para guide dan tukang ojek atau becak di sini belajar bahasa inggris?", lalu beliau cerita kalo Bupati Banyuwangi, yaitu Bapak Abdullah Azwar Anas sangat mendukung kemajuan pariwisata Banyuwangi, sehingga Tour Guide & Tukang Becak/Ojeg di sana di bekali kursus bahasa asing, diantaranya Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, Bahasa Jepang dan satu lagi Saya lupa. Saya kagum sih dengan kepedulian beliau terhadap Pariwisata Indonesia, Khususnya Banyuwangi. Patut di contoh sama Ibu Bupati di Karawang, Teh Cellica 😋